HAK
UNTUK MENDAPATKAN PENDIDIKAN DITINJAU DARI HUKUM POSITIF INDONESIA
Oleh
JISI
NASISTIAWAN, SH., MH
PERANCANG
MADYA
KANTOR
WILAYAH KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM BENGKULU
A.
Latar
Belakang
Dalam
ranah perlindungan hak asasi manusia, masalah pendidikan merupakan salah satu
permasalahan yang harus diperhatikan sebagai upaya pemenuhan hak asasi
manusia.hak atas pendidikan adalah merupakan salah satu hak yang bersifat
universal, (Satya Arinanto, 304).
Menurut
A. Malik Fajar (dalam Jurnal HAM 2004 : 72) ada tiga tantangan besar yang
dihadapi dunia pendidikan di Indonesia. Pertama, mempertahankan hasil yang
telah dicapai. Kedua, mengantisipasi era globalisasi. Dan ketiga, melakukan
perubahan dan penyesuaian sistem pendidikan nasional yang mendukung proses
pendidikan yang lebih demokratis.
Jika ditelusuri perjalanan panjang pembangunan pendidikan nasional kita, menurut Hafidz Abbas (dalam Jurnal HAM, 2004 : 47-48) telah cukup banyak prestasi yang telah dicapai. Secara kuantitatif kita telah berhasil mencanangkan Program Wajib Belajar Enam Tahun yang menjangkau kelompok usia SD sejak tahun 1984. Selanjutnya dalam rentang waktu 10 tahun kemudian, gerakan nasional penuntasan wajib belajar tersebut dinilai berhasil sehingga pada tanggal 2 Mei 1994, pemerintah mencanangkan kembali Program Wajib Belajar Sembilan Tahun yang menjangkau anak kelompok SD dan SLTP. Pencanangan tersebut mempunyai arti yang sangat penting dalam gerakan pendidikan untuk semua dalam rangka peningkatan sumber daya manusia Indonesia.
Namun,
secara kualitatif, sejak beberapa tahun terakhir ini dunia pendidikan di tanah
air kita dihadapkan pada sejumlah kenyataan yang memprihatinkan.
Kenyataan-kenyataan itu memberikan indikasi yang kuat bahwa secara nasional
hasil pembangunan yang telah diupayakan selama ini cenderung terus menurun.
Jika tidak segera dilakukan langkah-langkah yang efektif untuk mereposisi arah
pembangunan pendidikan nasional, diperkirakan dalam waktu dekat kita akan
kehilangan momentum untuk menyelamatkan hari depan pendidikan kita.
Sebagaimana
kita ketahui bersama bahwa sejak kemerdekaan bangsa Indonesia, telah disebutkan
dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat (1) bahwa setiap anak Indonesia berhak untuk
belajar. UUD ini dilandasi oleh filsafat yang serasi dengan hak asasi manusia
yang menjaga kedaulatan manusia yang memiliki hak untuk belajar (Conny Semiawan
dalam Jurnal HAM, 2004 : 29) bahwa hak untuk memperoleh pendidikan ini adalah
hak setiap orang yang harus dipenuhi baik oleh negara, penyelenggara negara dan
warga negaranya. Berangkat dari hal tersebut, tulisan ini mengangkat pemenuhan
hak pendidikan setiap warga negara yang difokuskan pada bagaimana pengaturan
hak untuk mendapatkan pendidikan dalam hukum positif di Indonesia.
B.
Pendidikan
Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia memiliki sejarah yang
sangat panjang berkaitan dengan berbagai permasalahan demokrasi dan ajaran
pembagian kekuasaan yang telah disulut dan diperjuangkan dengan gigih sejak
beberapa ratus bahkan beberapa ribu tahun sebelum masehi (Pasha, 1988 : 141).
Hak asasi manusia merupakan hak milik yang melekat pada hakikat diri pribadi
dan masyarakat meskipun dalam kenyataannya tidak dapat menyandangnya secara
mulus.
Yang dimaksud dengan hak-hak asasi
manusia ialah hak-hak dasar yang dibawa sejak lahir, yang melekat pada
esensinya sebagai anugerah Allah Yang Maha Kuasa. Miriam Budiarjo (1977 : 120),
memberikan batasan hak asasi manusia sebagai hak yang dimiliki manusia yang
telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahirannya atau kehadirannya
dalam masyarakat. Oemar Seno Aji (dalam Kuntjoro Purbopranoto, 1981 : 264)
memberikan batasan pengertian hak asasi manusia
sebagai hak yang melekat pada martabat manusia sebagai insan ciptaan
Allah Yang Maha Esa seperti misalnya hak-hak hidup keselamatan, kebebasan dan
kesamaan, yang sifatnya tidak boleh dilanggar oleh siapapun dan yang
seolah-olah merupakan suatu “holy area”.
Hak-Hak Asasi Manusia merupakan hak-hak yang melekat pada kemanusiaan yang
integral, luluh dan menyatu di dalamnya, bersifat asasi dan universal. Dan kalau
ada adagium menyatakan bahwa “mankind is
one” maka sudah seharusnyalah apabila hak-hak asasi manusia merupakan milik
manusia yang hakiki tanpa dibedakan karena adanya perbedaan ras, bangsa
keturunan, jenis kelamin, agama, atau keyakinan hidup (Pasha, 1988 : 141).
Hak-hak asasi manusia meliputi banyak
hak-hak yang melekat pada manusia itu sendiri. Ada tiga kelompok besar hak-hak
asasi manusia yang dapat ditarik dari tiga generasi HAM (Arinanto, 2005 :
78-80). Tiga kelompok tersebut adalah generasi pertama yang tergolong dalam
hak-hak sipil dan politik, terutama yang berasal dari teori-teori kaum reformis
yang dikemukakan pada awal abad ke-17 dan ke-18. Generasi ini lebih menghargai
ketiadaan intervensi pemerintah dalam pencarian martabat manusia.
Generasi kedua adalah yang tergolong
dalam hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya yang berakar secara utama pada
tradisi sosialis yang membayangi antara Saint-Simonians pada awal abad ke-19 di
Perancis dan secara beragam diperkenalkan melalui perjuangan revolusioner dan
gerakan-gerakan kesejahteraan setelah itu. Dalam bagian yang luas, merupakan
suatu respon terhadap pelanggaran-pelanggaran dan penyelewengan-penyelewengan
dari perkembangan kapitalis dan menggarisbawahinya tanpa kritik yang esensial,
konsepsi kebebasan individual yang mentoleransi-bahkan melegitimasi,
eksploitasi kelas pekerja dan masyarakat kolonial.
Generasi ketiga mencakup hak-hak
solidaritas, merupakan rekonseptualisasi dari kedua generasi HAM sebelumnya. Ia
dapat dipahami dengan cara terbaik sebagai suatu produk sekalipun sebagian
masih dalam proses pembentukan dari kebangkitan dan kejatuhan negara-bangsa
dalam paruh kedua dari abad ke-20. Dalam generasi ketiga ini mencakup enam hak
sekaligus yaitu ; the right to political,
economic, social dan cultural self determination; the right to economic and
social development; the right to participate in and benefit from “the common
heritage of Mankind”; the right to peace; the right to a healthy and balanced
environment; dan the right to humanitarian disaster relief.
Generasi hak sipil dan politik terdapat
dan diatur dalam Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenan on Civil and Politic
Right – ICCPR) yang memuat ketentuan mengenai pembatasan kewenangan oleh
aparatur represif negara, dan hak-haknya sering disebut hak-hak negatif (Kasim,
2001 : xi), Sedangkan hak ekonomi, sosial dan budaya diatur dalam Kovenan
Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenan on Economic, Social and Culture Right – ICESCR)
yang didalamnya peran negara sangat diperlukan yang mengakibatkan hak-hak
didalamnya dapat dilanggar oleh negara. Hak-hak ini sering disebut dengan
hak-hak positif (Kasim, 2001 : xii).
Dalam perspektif hak asasi manusia
internasional, hak pendidikan terdapat dalam Universal Declaration of Human Right (UDHR) Pasal 26 yang mengatur
sebagai berikut :
1.
Everyone
has the right to education. Education shall be free, at least in the elementary
and fundamental stages. Elementary education shall be compulsory. Technical and
professional education shall be made generally and higher education shall be
equaly accessible to all on the basis of merit.
2.
Education
shall be directed to the full development of the human personality and to the
strengthening of respect for human rights and fundamental freedoms. It shall
promote understanding, tolerance and friendship among all nations, racial or
religion groups, and shall further the activities of the United Nations for the
maintenance of peace.
3.
Parent
have prior right to choose the kind of education that shall be given to their
children.
Hak
atas pendidikan ini merupakan salah satu jenis HAM yang termasuk dalam generasi
HAM yang kedua. Sebagaimana tradisi normatif lainnya, tradisi HAM juga
merupakan produk dari masanya. Hal ini merefleksikan proses kelanjutan sejarah
dan perubahan-perubahan yang - pada saat pertama dan sebagai akibat dari
pengalaman kumulatif-membantu untuk memberikannya substansi dan bentuk
(Arinanto, 2005 : 306).
Disamping
ketentuan dalam Pasal 26 UDHR tersebut, terdapat pula berbagai deklarasi dan
berbagai konvensi global dalam bidang pendidikan. Dokumen yang pertama ialah Declaration of Geneva yang disetujui
oleh Liga Bangsa-Bangsa pada tahun 1942. Deklarasi ini memberikan latar
belakang terhadap perumusan Declaration
of the Right of the Child pada tahun 1959. Terdapat pula UNESCO Convention Against Discrimination in
Education (1960) yang memperkuat prinsip-prinsip yang tercantum dalam UDHR
yaitu non diskriminasi dan pernyataan bahwa setiap orang berhak atas pendidikan.
Convention of the Right of the Child
(1989) yang menggantikan Declaration of
the Right of the Child.
C.
Pengaturan
Tentang Hak Pendidikan Dalam Hukum Positif Di Indonesia
Sebagai
negara hukum, Indonesia mengakui adanya hak-hak asasi manusia dalam tata hidup
bangsa dan negaranya. Hak Asasi Manusia itu terdapat dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan grundnorm atau norma dasar bagi bangsa Indonesia. Dalam BAB XIII
Pendidikan Pasal 31 ayat (1) disebutkan bahwa Tiap-tiap warga negara berhak
mendapatkan pengajaran. Selanjutnya dalam ayat (2) disebutkan bahwa Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur
dengan undang-undang.
Dengan
adanya perubahan politik akibat dari reformasi yang didengungkan oleh mahasiswa
dan elemen masyarakat lainnya medio 1997-1998, terjadi pula perubahan
ketatanegaraan yang cukup mendasar salah satunya adalah perubahan UUD 1945 yang
dalam periode 1999-2002 telah diubah sebanyak empat kali. Perubahan tersebut
meliputi berbagai hal termasuk diantaranya dimasukkannya bab tersendiri
mengenai hak asasi manusia yaitu BAB XA yang dilaksanakan pada amandemen kedua
tahun 2000. BAB XA ini terdiri dari 10 pasal yang meliputi Pasal 28A hingga
Pasal 28J. Adapun pasal yang mengatur masalah pendidikan terdapat dalam Pasal
28C ayat (1) yang berbunyi “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui
pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat
dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan
kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Selanjutnya dalam Pasal
28E ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat
menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah negara dan meninggalkannya,
serta berhak kembali.
Dalam
perubahan UUD 1945, juga meliputi perubahan terhadap Pasal 31 pada masa
amandemen keempat. Adapun lengkapnya bunyi perubahan tersebut adalah sebagai
berikut :
Ayat
(1) : Setiap warga negara
berhak mendapat pendidikan.
Ayat
(2) : Setiap warga negara
wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
Ayat (3) :
Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional,
yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
Ayat (4) :
Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen
dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan
belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan pendidikan nasional.
Ayat (5) :
Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dengan menjunjung tinggi
nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban dan
kesejahteraan umat manusia.
Berkaitan
dengan anggaran pendidikan sebagaimana diatur dalam ayat (4), hingga saat ini
masih belum dapat terpenuhi dengan alasan anggaran pendapatan dan belanja
negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah masih minim. Hal ini masih
menjadi perdebatan di berbagai kalangan. Sebagian dapat memaklumi kondisi ini,
sedangkan sebagian lagi menyatakan bahwa hal tersebut merupakan pelanggaran
terhadap konstitusi. Namun demikian pemerintah dan pemerintah daerah telah
berupaya memenuhi ketentuan konstitusi dengan memperbesar porsi anggaran untuk
pendidikan. Selain itu Mahkamah Konstitusi telah memutuskan bahwa penyediaan
anggaran pendidikan sebesar 20% dalam APBN dan APBD termasuk pula anggaran
belanja untuk gaji dan tunjangan tenaga pendidikan dan tenaga kependidikan.
Dengan adanya putusan ini maka penyediaan anggaran pendidikan sebagaimana
disyaratkan oleh UUD 1945 sudah terpenuhi, bahkan pada beberapa daerah dengan
memperhitungkan semua komponen terkait dengan anggaran pendidikan serta gaji dan tunjangan, anggaran untuk
pendidikan telah melampaui kewajiban konstitusi tersebut.
Ketentuan-ketentuan
berkaitan dengan hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam UUD 1945 di atas,
masih merupakan peraturan yang abstrak dan memerlukan peraturan pelaksana lebih
lanjut secara berjenjang menurut hierarki peraturan perundang-undangan di
Indonesia.
Berkaitan
dengan hak asasi manusia, mendapatkan landasan hukum yang cukup signifikan
semenjak diberlakukannya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 129 Tahun
1998 tentang Rencana Aksi Nasional
Hak-hak Asasi Manusia Indonesia 1998-2003 (RANHAM Indonesia) (Arinanto,
6). RANHAM Indonesia sendiri saat ini telah dalam periode ketiga yaitu RANHAM
2011-2014 berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2011 tentang Rencana
Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Indonesia Tahun 2011-2014
Dalam
RANHAM tersebut, masalah pendidikan dilaksanakan melalui penerapan norma dan
standar instrumen hak asasi manusia dengan sasaran pemenuhan hak ekonomi sosial
dan budaya melalui program kegiatan peningkatan upaya pemenuhan hak atas
pendidikan, terutama bagi kelompok masyarakat yang hidup dibawah garis
kemiskinan dan pengungsi internal baik yang disebabkan oleh bencana maupun
konflik dan hak pendidikan fungsional. Program ini dilaksanakan oleh Departemen
Pendidikan Nasional dan instansi terkait di pusat dan daerah. Indikator
keberhasilannya adalah berkurangnya tingkat buta aksara dan anak putus sekolah.
Pada
tanggal 13 November 1998, MPR menetapkan berlakunya Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Nomor XVII/MPR/1998 tentang
Hak Asasi Manusia yang ditetapkan dalam Sidang Istimewa (SI) MPR.
Selanjutnya
pada tahun 1999 pemerintah bersama dengan DPR telah berhasil mengesahkan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Hadirnya
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 ini telah memperkuat landasan hukum
pelaksanaan perlindungan dan pemenuhan HAM.
Asas-Asas
Dasar yang dianut dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 ini sebagaimana Pasal 2 adalah
bahwa Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi
manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat
pada dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan
ditegakkan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan,
dan kecerdasan serta keadilan.
Adapun
hak untuk memperoleh pendidikan dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 diatur lebih
lanjut dalam pasal 12 yang berbunyi “Setiap orang berhak atas perlindungan bagi
pengembangan pribadinya, untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan
meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa,
bertanggungjawab, berakhlak mulia, bahagia, dan sejahtera sesuai dengan hak
asasi manusia. Selanjutnya khusus untuk wanita, dalam ketentuan Pasal 48 diatur
bahwa “Wanita berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran di semua jenis,
jenjang dan jalur pendidikan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan.
Berkenaan
dengan hak anak, UU Nomor 39 Tahun 1999 telah mengatur secara khusus dalam
beberapa pasal yang berkenaan dengan pendidikan. Yang pertama adalah dalam
Pasal 54 yang mengatur bahwa setiap anak yang cacat fisik dan atau mental
berhak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan dan bantuan khusus atas
biaya negara, untuk menjamin kehidupannya sesuai dengan martabat kemanusiaan,
meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Selanjutnya dalam Pasal 60 ayat (1) dinyatakan
bahwa setiap anak berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam
rangka pengembangan pribadinya sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat
kecerdasannya mencakup juga didalamnya pendidikan tata krama dan budi pekerti..
Dalam ayat (2) diatur pula bahwa setiap anak berhak mencari, menerima dan
memberikan informasi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan usianya demi
pengembangan dirinya sepanjang sesuai
Terkait
dengan hak anak, secara khusus pemerintah dan DPR telah pula mengesahkan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam Pasal 9 diatur bahwa setiap anak
berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan
pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. Selain itu
khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar
biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak untuk mendapatkan
pendidikan khusus.
Undang-undang
ini juga mengatur bahwa pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar
minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua anak. Pemerintah, keluarga, dan orang
tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk
memperoleh pendidikan yang diarahkan pada :
a.
pengembangan sikap dan kemampuan
kepribadian anak, bakat, kemampuan mental dan fisik sampai mencapai potensi mereka
yang optimal;
b.
pengembangan penghormatan atas hak asasi
manusia dan kebebasan asasi;
c.
pengembangan rasa hormat terhadap orang
tua, identitas budaya, bahasa dan nilai-nilainya sendiri, nilai-nilai nasional
di mana anak bertempat tinggal, dari mana anak berasal, dan peradaban-peradaban
yang berbeda-beda dari peradaban sendiri;
d.
persiapan anak untuk kehidupan yang
bertanggung jawab; dan
e.
pengembangan rasa hormat dan cinta
terhadap lingkungan hidup.
Sementara
itu, kepada anak yang menyandang cacat fisik dan/atau mental diberikan
kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan biasa dan
pendidikan luar biasa. Demikian pula kepada anak yang memiliki keunggulan
diberikan kesempatan dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan khusus.
Dalam rangka memberikan kesempatan seluas-luasnya
bagi setiap orang untuk memperoleh pendidikan, maka pemerintah berdasarkan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 bertanggung jawab untuk memberikan biaya
pendidikan dan/atau bantuan cuma-cuma atau pelayanan khusus bagi anak dari
keluarga kurang mampu, anak terlantar, dan anak yang bertempat tinggal di
daerah terpencil, termasuk pula mendorong masyarakat untuk berperan aktif dalam
membantu biaya pendidikan terhadap anak-anak tersebut seperti misalnya melalui
Gerakan Nasional Orang Tua Asuh.
Khusus
untuk pengaturan penyelenggaraan pendidikan, Pemerintah dan DPR telah
mengesahkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam undang-undang ini, hak-hak untuk memperoleh pendidikan, diatur
dalam BAB IV tentang Hak Dan Kewajiban Warga
Negara, Orang Tua, Masyarakat, Dan Pemerintah. Adapun hak dan kewajiban warga negara diatur sebagai berikut :
1.
Setiap
warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan
yang bermutu.
2.
Warga
negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau
sosial berhak memperoleh
pendidikan khusus.
3.
Warga
negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang
terpencil berhak memperoleh
pendidikan layanan khusus.
4.
Warga
negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak
memperoleh pendidikan
khusus.
5.
Setiap
warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan
sepanjang hayat.
6.
Setiap
warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib
mengikuti pendidikan dasar.
7.
Setiap
warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan
penyelenggaraan pendidikan.
Hak dan kewajiban orang tua dalam
pendidikan adalah berhak berperan
serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh
informasi tentang perkembangan
pendidikan anaknya dan memberikan
pendidikan dasar kepada anaknya. Mengenai hak dan
kewajiban warga masyarakat dalam pendidikan adalah berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, dan evaluasi program pendidikan
dan memberikan
dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan
pendidikan.
Adapun hak dan kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah dalam bidang pendidikan adalah berhak untuk mengarahkan, membimbing, membantu, dan
mengawasi penyelenggaraan
pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku,
wajib memberikan layanan dan
kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang
bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi,
serta wajib menjamin
tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara
yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.
Berkenaan
dengan peserta didik, diatur bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak
:
a.
mendapatkan
pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan
diajarkan oleh pendidik yang
seagama;
b.
mendapatkan
pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan
kemampuannya;
c.
mendapatkan
beasiswa bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak mampu
membiayai pendidikannya;
d.
mendapatkan
biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu
membiayai pendidikannya;
e.
pindah
ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang
setara;
f.
menyelesaikan
program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang
ditetapkan.
Adapun
kewajiban setiap peserta
didik adalah
:
a.
menjaga
norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses
dan keberhasilan pendidikan;
b.
ikut
menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta
didik yang dibebaskan dari
kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang
berlaku.
Dengan memperhatikan berbagai ketentuan
yang diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan sebagai hukum positif
di Indonesia, maka dapat dinyatakan bahwa sesungguhnya Bangsa Indonesia dalam
hal ini penyelenggara negara telah menunjukkan niatnya untuk memenuhi hak-hak
warga negara dalam memperoleh pendidikan. Namun demikian cita-cita tersebut
harus diwujudkan dan diusahakan secara bersama-sama antara seluruh elemen
negara agar dapat dicapai sesuai tujuan yang diharapkan.
D.
Penutup
Kesempatan
untuk mendapatkan pendidikan merupakan bagian dari hak asasi manusia yang harus
dipenuhi dan dilindungi oleh negara, penyelenggara negara dan warga negara.
Untuk itu, negara Republik Indonesia telah berupaya memberikan perlindungan dan
pemenuhan hak mendapatkan pendidikan yang salah satunya melalui pembentukan
peraturan perundang-undangan yang didalamnya mengatur masalah hak-hak untuk
memperoleh pendidikan. Selain itu dengan meratifikasi berbagai instrumen hukum
internasional yang berkaitan dengan hak-hak asasi manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas,
Hafidz, 2002, Hak Asasi Manusia bagi Semua Warga Negara Tanggung Jawab Universitas,
dalam Jurnal HAM Vol. I No. 1 Tahun 2004, Direktorat Jenderal Perlindungan HAM
Departemen Kehakiman dan HAM RI, Jakarta.
Arinanto, Satya, 2005, Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik Di
Indonesia, Pusat Studi Hukum Tata Negara
Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
Jakarta.
Budiarjo,
Miriam, 1977, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia,
Jakarta.
Fajar, A. Malik, Renungan
Hardiknas 2004, Artikel Kompas 1 Mei 2004 dalam Jurnal HAM Vol. I No. 1
Tahun 2004, Direktorat Jenderal Perlindungan HAM Departemen Kehakiman dan HAM
RI, Jakarta.
Kasim,
Ifdal, (ed) 2001, Hak Sipil dan Politik,
Esai-Esai Pilihan, Elsam, Jakarta.
Pasha,
Mustafa Kamal, 1988, Pancasila UUD 1945
Dan Mekanisme Pelaksanaannya, Mitra Gama Widya, Yogyakarta.
Purbopranoto,
Kuntjoro, 1981, Hak-Hak Asazi Manusia
dalam buku Santiaji Pancasila, Laboratorium Ikip Malang (kumpulan
karangan), Malang.
Semiawan,
Conny, 2004 Memelihara Integrasi Sosial
Dan Menegakkan HAM Melalui Pendidikan Multikultural, dalam Jurnal HAM Vol.
I No. 1 Tahun 2004, Direktorat Jenderal Perlindungan HAM Departemen Kehakiman
dan HAM RI, Jakarta.
Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Keputusan
Presiden Nomor 40 Tahun 2004 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Tahun 2004-2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar