Selasa, 27 November 2012

Perubahan Konstitusi Indonesia dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Peraturan Perundang-Undangan  merupakan suatu peraturan  tertulis yang bersifat abstrak, mengatur (regelling) dan mengikat secara umum yang dibentuk berdasarkan kehendak dari organ-organ penyelenggara negara untuk menjalankan aktivitas pemerintahan. Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-Undangan disebutkan bahwa peraturan perundang-undangan merupakan peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Jika menilik dari definisi normatif tersebut maka jelas bahwa definisi peraturan perundang-undangan telah mengalami pembatasan definisi berdasarkan ruang lingkup suatu entitas bernama negara. 
Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia dalam historis perkembangannya telah mengalami beberapa perubahan baik dari segi asas pembentukan, aspek teknis pembentukan maupun aspek muatan materinya. Perubahan tersebut pada dasarnya disebabkan oleh beberapa faktor berikut, yaitu  :
  1. Dampak (impact) dari perubahan konstitusi yang terjadi di Indonesia. Sejak tahun 1945 hingga tahun 2012 Indonesia telah memiliki 5 (lima) konstitusi yaitu UUD1945, Konstitusi RIS, UUDS 1950, UUD 1945 setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan UUD NRI Tahun 1945 Pasca 4 (empat) kali perubahan;
  2. Ekskalasi politik penguasa  juga ikut mengambil peran penting terhadap eksistensi hukum termasuk pembentukan perundang-undangan; dan
  3. Perkembangan hukum positif yang selalu menuntut terjadinya dinamika hukum yang adaptif sesuai dengan perkembangan masyarakat (Social Culture).
Sebagai salah satu komponen dasar yang penting dalam usaha menciptakan tatanan hukum yang baik, untuk menjamin kepastian hukum dan dalam rangka memenuhi ius constitutum dan ius constituendum di suatu negara, maka pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik sangat mutlak diperlukan. Sederhananya dapat disimpulkan bahwa tidak mungkin ada stabilitas hukum yang statis tanpa adanya produk hukum yang baik. Untuk itulah sekiranya wajar jika dalam setiap negara termasuk Indonesia berusaha untuk mereform sistem pembentukan peraturan perundang-undangan masing-masing. Van Aveldhroome, seorang ahli hukum berkebangsaan belanda juga berpendapat bahwa suatu negara hukum yang baik adalah negara hukum yang idealnya dapat memenuhi unsur-unsur berikut, yaitu :
  1. Strchture of law, adanya perangkat organisatoris  termasuk aparatur hukum yang menjalankan peraturan perundang-undangan dengan baik;
  2. Unsure of Law; materi muatan peraturan perundang-undangan yang baik yang dihasilkan oleh pembentuk peraturan peruundang-undangan yang baik; dan 
  3. Authority of law, adanya pejabat atau lembaga negara pembentuk peraturan perundang-undangan yang memiliki moral dan mental yang baik.
Menilik dari pendapat terebut, jelas dapat kita simpulkan bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik merupakan suatu aspek yang sangat penting dalam menegakkan sistem penegakan hukum yang efektif. 

Diterbitkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menunjukkan secara implisit bahwa pemerintah secara luas pada dasarnya menginginkan terwujudnya pembentukan peraturan perudang-undangan yang baik. Disamping hal tersebut memang secara ekslusif telah diamanatkan oleh UUD NRI Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3) yang menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara hukum sehingga menuntut adanya kewajiban negara untuk melaksanakan pembangunan hukum yang bersifat nasional, Apabila dikaji berdasarkan domain kebutuhannya, secara umum dapat dikatakan bahwa Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 cukup memenuhi standar teknis pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik yang "menyempurnakan' sekaligus mencabut peraturan perundang-undangan yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 

Beberapa muatan materi yang direvisi dan diubah yang patut untuk diketahui dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dari peraraturan yang lama adalah sebagai berikut :
  1. Penormaan kaedah dan sistematika penulisan peraturan  tersusun lebih sistematis, terstruktur dan efisien terutama dalam mendeskriptifkan isi dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011;
  2. Diakui dan dimasukkannya  Produk Hukum Ketetapan MPR ke dalam Jenis dan Hierarki Peraturan Perundang-undangan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Noor 12 Tahun 2011;
  3. Diurai terangkan secara cukup jelas mengenai bagaimana tahapan pembentukan seluruh produk peraturan perundang-undangan. Seperti Undang-Undang yang harus melewati tahap awal yaitu melalui Program Legislasi Nasional hingga tahap akhir yaitu penyebarluasan peraturan; 
  4. Peran dan Keterlibatan Perancang Peraturan Perundang-Undangan dan Peneliti dalam tahapan pembentukan perundang-undangan;
  5. Klasifikasi tegas penerapan sanksi pidana dalam muatan materi Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten atau Kota (Pasal 15); dan
  6. Penambahan Lampiran 1 tentang teknik penyusunan naskah akademik rancangan peraturan perundang-undangan;
Pada dasarnya terdapat cukup banyak perubahan yang terkandung di dalam Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-Undangan. perubahan tersebut dapat kita temui apabila undang-undang tersebut  dikomparasikan dengan peraturan-peraturan yang ada sebelumnya. Atau bisa saja beberapa kaedah hukum yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 diperlukan untuk mengisi adanya kekosongan hukum (rechtsvakuum) dalam ranah pembentukan peraturan perundang-undangan. Tentu suatu peraturan perundang-undangan tidaklah ada yang sempurna dan tidak mungkin dibuat dengan sempurna. Terlepas dari itu semua, kritikan dan sumbangsih pemikiran tentu amat diperlukan demi penyempurnaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 disamping untuk memperkaya khasanah literatur hukum para praktisi hukum. Menciptakan produk hukum yang baik, berkualitas dan dapat berlaku efektif di masyarakat tentu akan menjadi tantangan berat bagi kita. Wassalam ..

(Hero Herlambang B, SH, Perancang Peraturan Pertama pada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bengkulu).


Tidak ada komentar:

Hero Herlambang Bratayudha, SH - Rayhan Yusuf Mirshab