TINJAUAN YURIDIS TERHADAP UPAYA PENGENDALIAN
DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP DI BENGKULU
Oleh : Cik Yang
1. Latar Belakang
Lingkungan hidup yang telah
dianugerahkan Tuhan Yang Maha Kuasa kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan
karunia yang wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar dapat tetap
menjadi sumber dan penujang hidup bagi rakyat dan bangsa Indonesia serta mahluk
hidup lainnya demi kelangsungan dan peningkatan kualitas hidup.
Antara manusia dan lingkungan hidup
terdapat hubungan timbal balik, yang harus selalu dibina dan dikembangkan agar
tetap dalam kondisi keselarasan, keserasian, dan keseimbangan yang dinamis.
Pembangunan sebagai upaya sadar dalam
mengolah dan memanfaatkan sumber daya alam untuk meningkatkan kemakmuran
rakyat, baik untuk mencapai kemakmuran lahir maupun untuk mencapai kepuasan
batin. Oleh karena itu, penggunaan sumber daya alam harus selaras, serasi, dan
seimbang dengan fungsi lingkungan hidup.
Pembangunan memanfaatkan secara
terus-menerus sumber daya alam guna meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup
rakyat. Sementara itu, ketersediaan sumber daya alam terbatas dan tidak merata,
baik dalam jumlah maupun dalam kualitas, sedangkan permintaan akan sumber daya
alam tersebut makin meningkat sebagai akibat meningkatnya kegiatan pembangunan
untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat dan beragam. Di pihak
lain, daya dukung lingkungan hidup dapat terganggu dan daya tampung lingkungan
hidup dapat menurun[1].
Kegiatan pembangunan yang makin
meningkat mengandung risiko pencemaran dan perusakan lingkungan hidup sehingga
struktur dan fungsi dasar ekosistem yang menjadi penunjang kehidupan dapat
rusak. Pencemaran dan perusakan lingkungan hidup itu akan merupakan beban
sosial, yang pada akhirnya masyarakat dan pemerintah harus menanggung biaya
pemulihannya.
Terpeliharanya keberlanjutan fungsi
lingkungan hidup merupakan kepentingan rakyat sehingga menuntut tanggung jawab,
keterbukaan, dan peran anggota masyarakat, yang dapat disalurkan melalui orang
perseorangan, organisasi lingkungan hidup, seperti lembaga swadaya masyarakat,
kelompok masyarakat, dan lain-lain, untuk memelihara dan meningkatkan daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang menjadi tumpuan keberlanjutan
pembangunan. Pembangunan yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya
alam, menjadi sarana untuk mencapai keberlanjutan pembangunan dan menjadi
jaminan bagi kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa
depan. Oleh karena itu, lingkungan hidup Indonesia harus dikelola dengan
prinsip melestarikan fungsi lingkungan hidup yang serasi, selaras, dan seimbang
untuk menunjang pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup bagi
peningkatan kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
Arah pembangunan jangka panjang Indonesia
adalah pembangunan ekonomi dengan bertumpukan pada pembangunan industri, yang
diantaranya memakai berbagai jenis bahan kimia dan zat radioaktif.
Disamping menghasilkan produk yang
bermanfaat bagi masyarakat, industrialisasi juga menimbulkan ekses, antara lain
dihasilkannya limbah bahan berbahaya dan beracun, yang apabila dibuang ke dalam
media lingkungan hidup dapat mengancam lingkungan hidup, kesehatan, dan
kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain.
Secara global, ilmu pengetahuan dan
teknologi telah meningkatkan kualitas hidup manusia. Pada kenyataannya, gaya hidup masyarakat
industri ditandai oleh pemakaian produk berbasis kimia telah meningkatkan
produksi limbah bahan berbahaya dan beracun. Hal itu merupakan tantangan yang
besar terhadap cara pembuangan yang aman dengan risiko yang kecil terhadap
lingkungan hidup, kesehatan, dan kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup
lain[2].
Menyadari hal tersebut di atas, bahan
berbahaya dan beracun beserta limbahnya perlu dikelola dengan baik. Yang perlu
diperhatikan adalah bahwa wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus
bebas dari buangan limbah bahan berbahaya dan beracun dari luar wilayah Indonesia .
Makin meningkatnya upaya pembangunan
menyebabkan akan makin meningkatnya dampaknya terhadap lingkungan hidup.
Keadaan ini mendorong makin diperlukannya upaya pengendalian dampak lingkungan
hidup sehingga risiko terhadap lingkungan hidup dapat ditekan sekecil mungkin.
Upaya pengendalian dampak lingkungan
hidup tidak dapat dilepaskan dari tindakan pengawasan agar ditaatinya ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup. Suatu perangkat hukum
yang bersifat preventif berupa izin melakukan usaha dan/atau kegiatan lain.
Oleh karena itu, dalam izin harus dicantumkan secara tegas syarat dan kewajiban
yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan lainnya. Apa yang dikemukakan tersebut di atas menyiratkan ikut
sertanya berbagai instansi dalam pengelolaan lingkungan hidup sehingga perlu
dipertegas batas wewenang tiap-tiap instansi yang ikut serta di bidang
pengelolaan lingkungan hidup.
a.
Sesuai dengan hakikat Negara
Kesatuan Republik Indonesia
sebagai negara hukum, pengembangan sistem pengelolaan lingkungan hidup sebagai
bagian pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup harus diberi
dasar hukum yang jelas, tegas dan menyeluruh guna menjamin kepastian hukum bagi
upaya pengelolaan lingkungan hidup. Dasar hukum itu dilandasi oleh asas hukum
lingkungan hidup yang sepenuhnya berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945. Oleh karena itu bahasan dalam makalah ini menyoroti tanggung jawab pemerintah dan masyarakat
dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan hidup.
2.
Pengertian Lingkungan Hidup
Setiap organisme hidup mempunyai
jenis kehidupan yang berbeda antara satu dan lainnya. Jenis kehidupan tersebut
dipengaruhi oleh struktur organisme, fisiologi organisme, dan kondisi
lingkungan[3].
Segala sesuatu yang berada di
sekeliling manusia sebagai pribadi atau di dalam proses pergaulan hidup,
biasanya disebut lingkugan. Hubungan antara berbagai organisme hidup di dalam lingkungan pada hakikatnya merupakan
kebutuhan primer, yang kadang-kadang terjadi secara sadar atau kurang sadar[4].
Lingkungan dapat dibedakan menjadi dua
yaitu lingkungan hayati (biotic) yang terdiri atas makhluk hidup seperti
manusia, hewan dan tumbuhan. Dan
lingkungan nonhayati (abiotik) yang terdiri atas makhluk tak hidup
seperti tanah, air dan udara[5].
Pembagian lingkungan dibagi menjadi
tiga kelompok dasar yaitu :
a. Lingkungan fisik (physical environment)
yaitu segala sesuatu di sekitar manusia yang berbentuk
benda mati seperti rumah, kendaraan, gunung, udara, air, dan lain-lain.
b. Lingkungan
biologis (biological environment)
yaitu segala sesuatu yang berada di sekitar kita yang
berupa makhluk hidup seperti manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan.
c. Lingkungan sosial
(social environment)
yaitu orang lain yang ada disekitar kita, seperti
tetangga, teman dan lain-lain[6].
Selain pengertian tersebut di atas,
masih banyak pengertian lain dari pakar lingkungan hidup mengenai pengertian
lingkungan hidup diantaranya :
a.
Munadjat Danusaputro
Lingkungan hidup adalah semua benda dan kondisi termasuk
di dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya, yang terdapat dalam ruang tempat
manusia berada dan mempengaruhi hidup dan kesejahteraan manusia dan jasad hidup
lainnya[7].
b.
Emil Salim
Mengartikan lingkungan hidup sebagai segala benda,
kondisi keadaan dan berpengaruh yang terdapat dalam ruangan yang kita tempati
dan mempengaruhi hal yang hidup, termasuk kehidupan manusia. Batas lingkungan
hidup sangat luas, namun sangat dibatasi dengan faktor-faktor yang dapat
dijangkau oleh manusia, seperti faktor alam, faktor politik, faktor ekonomi,
faktor sosial dan lain-lain[8].
c.
Otto Soemarwoto
Memberikan pengertian lingkungan hidup adalah jumlah
semua benda kondisi yang ada dalam ruangan yang kita tempati yang mempengaruhi
kehidupan kita. Dan selanjutnya beliau mengatakan tingkah laku manusia juga
merupakan bagian lingkungan kita, oleh karena itu lingkungan hidup harus
diartikan secara luas, yaitu tidak saja lingkungan fisik dan biologi, melainkan
juga lingkungan ekonomi, sosial dan budaya[9].
d. M. Daud Silalahi
Lingkungan hidup adalah semua benda, daya dan kehidupan
termasuk di dalamnya manusia dan tingkah lakunya yang mempengaruhi kelangsungan
dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya. Oleh karena itu beliau
memberikan batasan lingkungan hidup sangat luas yaitu tidak saja meliputi lingkungan
fisik dan biologi melainkan juga berpengaruh pada lingkungan ekonomi, sosial
dan budaya[10].
e.
Hasil seminar BPHN tentang
segi-segi hukum dalam pengelolaan lingkungan hidup menyimpulkan lingkungan
hidup adalah semua benda dan kondisi termasuk manusia dan tingkah lakunya yang
ada dalam ruang yang kita tempati yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan
serta kesejahteraan manusia[11].
f.
Dalam Pasal 1 ayat 1
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
menyatakan bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda,
daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia, dan perilakunya yang
mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lain[12].
g.
Siti Sundari Rangkuti
Dalam bukunya Hukum Lingkungan dan
Kebijaksanaan Lingkungan Nasional mengatakan istilah lingkungan hidup dan
lingkungan dipakai dalam pengertian yang
sama yaitu lingkungan hidup berdasarkan Pasal 1 ayat 1 undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Oleh karena itu beliau tidak memberikan batasan
lingkungan hidup secara kongkrit, akan tetapi beliau membatasi bahwa lingkungan
hidup adalah berkaitan dengan kualitas hidup manusia, karena itu lingkungan
hidup berkaiatan dengan tata nilai[13].
3. Manfaat dan resiko pengelolaan lingkungan
hidup
Tujuan utama
pengelolaan lingkungan hidup salah satunya adalah terlaksananya pembangunan
berwawasan lingkungan dan terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam secara
bijaksana. Untuk itu sejak awal perencanaan kegiatan sudah harus memperkirakan perubahan
rona lingkungan akibat pembentukan suatu kondisi lingkungan yang baru, baik yang
menguntungkan maupun yang merugikan akibat diselenggarakannya pembangunan[14].
Pembangunan pada
dasarnya merupakan campur tangan manusia terhadap hubungan timbal balik antara
dirinya dengan lingkungan hidupnya dalam upayanya untuk memanfaatkan sumber
daya alam bagi kepentingannya, guna meningkatkan taraf hidupnya[15].
Hal ini berarti bahwa pembangunan mencakup[16]:
a.
kemajuan lahiriah seperti
pangan, sandang, perumahan, dan lain-lain;
b.
kemajuan batiniah seperti
pendidikan, rasa aman, rasa keadilan, rasa sehat dan lain-lain, serta;
c.
kemajuan yang meliputi seluruh
rakyat sebagaimana tercermin dalam perbaikan hidup berkeadilan sosial.
Karena luasnya ruang
lingkup pembangunan, maka pencapaiannya dilakukan secara bertahap tetapi
simultan. Dalam setiap tahap diharapkan dapat dicapai keselarasan dalam
kemajuan lahiriah dan batiniah yang merata bagi seluruh rakyat, dengan kadar
keadilan sosial yang meningkat. Dengan demikian pembangunan merupakan suatu
proses yang berjalan secara terus menerus, yang setiap tahap diusahakan
memiliki kemampuan menopang pembangunan dalam tahap berikutnya, sehingga dalam
pembangunan selain upaya meningkatkan kemajuan, yang tidak kalah pentingnya
adalah mempertahankan dan memantapkan kemajuan yang telah dicapai.
Konsep Garis-garis
Besar Haluan Negara (GBHN) memberikan arahan bahwa arah dan kebijaksanaan pembangunan
yang ditempuh selama Pembangunan Lima Tahun (PELITA) sebelumnya perlu
dilanjutkan dan bahkan ditingkatkan agar makin nyata dan dapat dirasakan
perbaikan taraf hidup dan kecerdasan rakyat yang mencerminkan meningkatnya
kualitas manusia dan kualitas kehidupan masyarakat demi terwujudnya
kesejahteraan yang makin merata dan adil bagi seluruh rakyat.
Dalam setiap
pembangunan yang dilaksanakan sudah barang tentu akan menimbulkan dampak, baik
itu dampak positip yang berarti memberikan manfaat bagi kehidupan manusia,
diantaranya adalah[17]
:
a.
meningkatnya kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat secara merata;
b.
meningkatnya pertumbuhan
ekonomi secara bertahap sehingga terjadi perubahan struktur ekonomi yang lebih
baik, maju, sehat dan seimbang;
c.
meningkatnya kemampuan dan
penguasaan teknologi yang akan menumbuhkembangkan kemampuan dunia usaha nasional;
d.
memperluas dan memeratakan
kesempatan kerja dan kesempatan berusaha;
e.
menunjang dan memperkuat
stabilitas nasional yang sehat dan dinamis dalam rangka memperkokoh ketahanan
nasional;
f.
terkendalinya hama dan penyakit, tersedianya air bersih
terkendalinya banjir, dan lain-lain.
maupun dampak negatif dalam arti
merusak dan bahkan juga dapat menghancurkan sumber-sumber daya lingkungan yang
bisa menimbulkan kerugian bagi masyarakat atau menimbulkan gangguan bagi
keseimbangan lingkungan hidup. Adapun dampak negatif akibat kegiatan pembangunan
terhadap lingkungan yang sangat menonjol adalah masalah pencemaran dan
perusakan lingkungan.
Pencemaran dan
perusakan lingkungan hidup tersebut dapat timbul karena ulah manusia dan proses
alam, akan tetapi sebenarnya lebih jauh ulah manusialah yang menyebabkan
kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup ini, seperti pencemaran air, udara
akibat industrialisasi dan penggundulan hutan akibat penyalahgunaan HPH oleh
para pengusaha[18].
Pengertian
pencemaran lingkungan hidup menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 dalam
Pasal 1 angka 12 adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi,
dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga
kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup
tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
Berikut beberapa
pendapat para ahli mengenai pengertian pencemaran lingkungan hidup, diantaranya
:
a.
Otto Soemarwoto
Memberikan batasan yang dimaksud pencemaran
adalah adanya suatu organisme atau unsur-unsur lain dalam suatu sumber daya,
misalnya air atau udara dalam keadaan yang menggangu peruntukan sumbernya itu.
Kontaminasi atau pengotoran ialah perubahan kualitas sumber daya atau akibat
tercampurnya dengan bahan lain tanpa mengganggu pertukaran[19].
b.
Aprilani Soegiarto
Mengatakan bahwa secara mendasar dalam
pencemaran terkandung pengertian pengotoran (contaminations) dan pemburukan
(deterioration). Pengotoran dan pemburukan terhadap sesuatu semakin lama akan
kian menghancurkan apa yang dikotori atau diburukkan sehingga akhirnya dapat
memusnahkan setiap sasaran yang dikotorinya[20].
c. RTM
Sutamiharja
Menyebutkan bahwa pencemaran adalah penambahan
bermacam-macam bahan sebagai hasil dari aktifitas manusia ke lingkungan dan
biasanya memberikan pengaruh yang berbahaya terhadap lingkungan itu[21].
d. J. Barrus dan
DM. Jhonston
Dalam bukunya The International Law of Pollution
menyebutkan bahwa masalah pencemaran timbul bilamana suatu zat atau energi
dengan tingkat dan konsentrasi yang sedemikian rupa hingga dapat mengubah
kondisi lingkungan, baik langsung atau tidak langsung dan pada akhirnya
lingkungan tidak berfungsi sebagaimana mestinya[22].
Menurut Otto Soemarwoto, dilihat dari
segi ilmiah suatu lingkungan dapat disebut sudah tercemar bila memiliki beberapa
unsur, unsur-unsur tersebut adalah :
a.
kalau suatu zat, organisme atau
unsur-unsur lain (seperti gas, cahaya, energi) telah tercampur (terintroduksi)
ke dalam sumber daya atau lingkungan tertentu;
b.
dan karenanya menghalangi atau
menggangu fungsi untuk peruntukan daripada sumber daya atau lingkungan
tersebut.
Oleh karena itu apabila salah satu
syarat dari kedua unsur tersebut tidak terpenuhi, maka belum bisa dikatakan
telah terjadi pencemaran[23].
Sedangkan menurut Niniek Suparni[24],
unsur-unsur pencemaran itu adalah :
a.
- masuknya atau dimasukkannya
zat pencemar ke dalam lingkungan, atau
- berubahnya tatanan lingkungan;
b.
adanya : - kegiatan manusia
- proses alam
c.
turunnya kualitas lingkungan
d.
timbulnya akibat berupa
kurangnya atau tidak dapatnya lingkungan berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
Pencemaran terjadi apabila dalam
lingkungan terdapat bahan yang menyebabkan timbulnya perubahan yang tidak
diharapkan, baik bersifat fisik, kimiawi maupun biologis sehingga mengganggu
kesehatan, eksistensi manusia, dan aktivitas manusia serta organisme lainnya.
Bahan penyebab pencemaran disebut bahan pencemaran atau pollutan.
Polusi disebabkan terjadinya
faktor-faktor tertentu yang sangat menentukan ialah[25]
:
-
jumlah penduduk;
-
jumlah sumber daya manusia yang
digunakan oleh setiap individu;
-
jumlah polutan yang dikeluarkan
oleh setiap jenis sumber daya alam atau teknologi yang digunakan.
Pencemaran dapat pula terjadi secara
alami, misalnya dengan terjadinya letusan gunung maka menimbulkan polusi udara,
air dan juga lahan-lahan pemukiman maupun lahan potensial lainnya.
Sebagai akibat dari pencemaran ini
akan menimbulkan kerugian yang dapat berbentuk :
a.
kerugian ekonomi dan sosial
(economic and social injury)
b.
gangguan sanitair (sanitary
hazard),
sedang menurut golongan pencemaran dapat dibagi :
-
kronis, dimana kerusakan
terjadi secara lambat;
-
kejutan atau takut, kerusakan
mendadak dan berat biasanya timbul dari kecelakaan;
-
berbahaya, dengan kerugian
biologis berat dan dalam hal ada radioaktifitas terjadi kerusakan genetic;
-
katostrofis, disini kematian
organisme hidup banyak dan mungkin organisme hidup menjadi punah[26]
Perusakan lingkungan
menurut pengertian Pasal 1 angka 14 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung
atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan / atau hayatinya yang
mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan
berkelanjutan.
Unsur-unsur
perusakan lingkungan hidup antara lain[27]
:
a.
adanya suatu tindakan manusia;
b.
terjadinya perubahan terhadap
sifat fisik lingkungan dan / atau sifat hayati lingkungan;
c.
timbulnya akibat berupa
kurangnya atau tidak dapatnya lingkungan berfungsi dalam menunjang pembangunan
yang berkesinambungan.
Menurut Joko
Subagyo, lingkungan yang rusak berarti lingkungan itu semakin berkurang
kegunaannya atau mendekati kepunahan bahkan kemungkinan telah punah samasekali.
Disamping itu
perusakan lingkungan apabila ditinjau dari peristiwa terjadinya dapat dibagi
dua yaitu :
a.
kerusakan itu terjadi dengan sendirinya,
yang disebabkan oleh alam dan perbuatan manusia;
b.
disebabkan pencemaran, baik
yang berasal dari darat, laut dan udara[28].
4. Upaya menjaga kelestarian lingkungan hidup
Masalah lingkungan
hidup ini memang merupakan masalah yang cukup kompleks, di mana lingkungan
lebih banyak bergantung kepada tingkah laku manusia yang semakin lama semakin
menurun baik dalam kualitas maupun kuantitasnya dalam menunjang kehidupan
manusia. Ditambah lagi dengan melonjaknya pertumbuhan penduduk yang tidak
terkendali dengan baik, maka keadaan lingkungan menjadi semakin semrawut[29].
Dikemukakan oleh
Muhtadi Purawinata, setelah alam semakin tersayat oleh jalan-jalan bebas
hambatan, perairan semakin tercemar oleh limbah industri, maka pelestarian alam
serta lingkungan menjadi permasalahan yang mendesak. Belum banyak upaya yang
dilakukan untuk memulihkan kerusakan akan lingkungan akibat ulah manusia dalam
membangun dirinya[30].
Upaya menciptakan
lingkungan hidup yang bersih dan sehat atau yang sering dikatakan sebagai upaya
pelestarian lingkungan hidup adalah merupakan tanggung jawab setiap orang tanpa
kecuali, termasuk didalamnya badan usaha atau badan hukum.
Hal ini telah diatur
dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup,
yakni :
a.
Pasal 5 menyebutkan bahwa :
(1)
setiap orang mempunyai hak yang
sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat;
(2)
setiap orang mempunyai hak atas
informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan
lingkungan hidup;
(3)
setiap orang mempunyai hak
untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidupsesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
b.
Pasal 6 menyebutkan bahwa :
(1)
setiap orang berkewajiban
memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi
pencemaran dan perusakan lingkugan hidup;
(2)
setiap orang yang melakukan
usaha dan / atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan
akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup.
c.
Pasal 7 menyebutkan bahwa :
(1)
masyarakat mempunyai kesempatan
yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup;
(2)
pelaksanaan ketentuan pada ayat
1 di atas, dilakukan dengan cara :
-
meningkatkan kemandirian,
keberdayaan masyarakat, dan kemitraan;
-
menumbuhkembangkan kemampuan
dan kepeloporan masyarakat;
-
menumbuhkan ketanggapsegeraan
masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial;
-
memberikan saran pendapat;
-
menyampaikan informasi dan /
atau menyampaikan laporan.
Dengan adanya
ketentuan tersebut di atas, semestinya semua pihak lebih mengerti dan menyadari
akan pentingnya pelestarian lingkungan hidup, untuk itu perlu dilakukan
berbagai upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran dan perusakan
lingkungan hidup agar pelaksanaan pembangunan dapat mencapai sasaran yang telah
ditetapkan.
Perhatian pemerintah
daerah dan masyarakat Kota Bengkulu terhadap pengelolaan lingkungan hidup di
daerah sudah lama diberikan, baik dengan tujuan pemafaatannya maupun penanganan
limbah yang diakibatkan proses pemanfaatan lingkungan.
Dengan adanya
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, kewenangan
mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam di daerah sebagai unsur lingkungan
hidup akan diserahkan kepada pemerintah
daerah setempat. Konsekwensi dari pergeseran kewenangan ini adalah timbulnya
keharusan bagi pemerintah daerah untuk bertanggung jawab sepenuhnya atas segala
masalah lingkungan hidup di daerahnya sendiri, termasuk masalah penanganan
limbah. Untuk itulah terbentuknya Badan Penanggulangan Dampak Lingkungan Daerah
(BAPEDALDA) yang diserahi tanggung jawab dalam pemeliharaan fungsi lingkungan
hidup harus dapat diberdayakan secara optimal, dan hendaknya menjadi badan yang
mampu mewujudkan pendekatan antar sektoral dikalangan instansi vertikal maupun
horizontal daerah.
Untuk menanggulangi terjadinya pencemaran dan
perusakan lingkungan hidup, setiap kegiatan yang berdampak lingkungan dalam
pelaksanaannya wajib diikuti dengan upaya yang mencegah dan menanggulangi
pencemaran dan perusakan lingkungan hidup, oleh karena itu diperlukan adanya
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Dalam Pasal 15 ayat
1 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
dinyatakan bahwa setiap rencana usaha dan / atau kegiatan yang kemungkinan
dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib
memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup.
Analisis mengenai
dampak lingkungan adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha
dan / atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan
bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan / atau
kegiatan (Pasal I angka 21 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup).
Sebagai peraturan
pelaksananya maka dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999
tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
Pembangunan dalam dirinya mengandung perubahan besar yang
meliputi perubahan struktur ekonomi, perubahan fisik, wilayah, perubahan pola
konsumsi, perubahan sumber alam dan lingkungan hidup, perubahan teknologi dan
perubahan sistem nilai.
Pembangunan yang dilakukan tersebut tentunya harus
memperhatikan prinsip keseimbangan, pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya
serta memperhatikan aspek penataan lingkungan hidup. Kegiatan pembangunan dan
pertambahan penduduk yang cukup pesat akan mengakibatkan tekanan terhadap
sumberdaya alam.
Demikian pula halnya
dengan pembangunan di propinsi Bengkulu, mengikuti kebijakan dan kehendak bahwa
pembangunan tersebut harus dilaksanakan dengan konsep pembangunan berkelanjutan
yang berwawasan lingkungan.
Oleh karena itu
kebijaksanaan dan langkah-langkah dalam pembangunan haruslah mencerminkan
pertimbangan-pertimbangan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam
dan lingkungan hidup.
5.
Penutup
Masalah
pembangunan dimanapun tetap akan
bersinggungan dengan permasalah lingkungan hidup. Sebagai sebuah daerah yang
sedang berkembang, propinsi Bengkulu sedang melaksanakan pembangunan disegala
bidang. Pengertian pembangunan disini merupakan upaya untuk meningkatkan taraf
hidup dengan memanfaatkan segala sumber daya yang dimilikinya.
Untuk itu konsep
pembangunan di Propinsi Bengkulu harus dilaksanakan dengan konsep pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup yang pengertiannya adalah upaya
sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke
dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu
hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
DAFTAR PUSTAKA
Arief Nurdu’a,
M. dan Nursyam B. Sudharsono, 1993, Hukum
Lingkungan Perundang-undangan serta Berbagai Masalah dalam Penegakannya,
Citra Aditya Bakti, Bandung.
Fuad Amsyari,
1989, Prinsip-prinsip Masalah Pencemaran
Lingkungan, Ghalia Indonesia ,
Jakarta .
Gatot P. Soemartono, R.M, 1996, Hukum Lingkungan Indonesia ,
Sinar Grafika, Jakarta .
Gatot P.
Soemartono, R.M., 1991, Mengenal Hukum
Lingkungan Indonesia ,
Sinar Grafika, Jakarta .
Hand-out 1 Hukum
Lingkungan.
Hermien Hadiati
Koeswadji dalam buku Bambang Sunggono, 1994, Hukum, Lingkungan dan Dinamika Kependudukan, Citra Aditya Bakti, Bandung
Hanwiradi, 2008,
Telaah Yuridis Terhadap Pelaksanaan
Penegakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) di Kota Bengkulu.
Munadjat
Danusaputro, ST. , 1980, Hukum Lingkungan Buku I Umum, Binacipta, Bandung .
Panut dan Saktiyono, 1990, Biologi 3, Intan Pariwara, Jakarta .
Republik Indonesia , Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup
[1] Republik Indonesia ,
Penjelasan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup
[2] ibid
[3] Panut dan Saktiyono, 1990, Biologi 3, Intan Pariwara, Jakarta , ed I, hal.176
[4] Gatot P. Soemartono, R.M, 1996, Hukum Lingkungan Indonesia ,
Sinar Grafika, Jakarta ,
cet I, hal 12
[5] Panut dan Saktiyono, loc. cit
[6] Fuad Amsyari, 1989, Prinsip-prinsip Masalah Pencemaran Lingkungan,
Ghalia Indonesia ,
Jakarta ,
cet.ketiga, hal 11-12
[7] Munadjat Danusaputro, ST. , 1980,
Hukum Lingkungan Buku I Umum, Binacipta, Bandung , hal 67
[8] Hand-out 1 Hukum Lingkungan, hal 2
[9] ibid
[10] ibid hal 1
[11] ibid, hal 2
[12] Republik Indonesia ,
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
[13] Hand-out 1, op.cit hal 1-2
[14] Gatot P. Soemartono, R.M., 1991, Mengenal Hukum Lingkungan Indonesia ,
Sinar Grafika, Jakarta ,
Cet 1, hal 72
[15] Hermien Hadiati Koeswadji dalam buku Bambang Sunggono, 1994, Hukum,
Lingkungan dan Dinamika Kependudukan, Citra Aditya Bakti, Bandung, Cet.1, hal 8
[16] Gatot P. Soemartono, R.M., op.cit 189
[17] Gatot P. Soemartono, R.M., op.cit hal 72-73
[18] Arief Nurdu’a, M. dan Nursyam B. Sudharsono, 1993, Hukum Lingkungan
Perundang-undangan serta Berbagai Masalah dalam Penegakannya, Citra Aditya
Bakti, Bandung, Cet. Ke 1, hal 19.
[19] Otto Soemarwoto dalam buku Arief Nurdu’a, M. dan Nursyam B.
Sudharsono, ibid
[20] Apriliani Soegiarto dalam Proposal Tesis Hanwiradi, 2008, Telaah
Yuridis Terhadap Pelaksanaan Penegakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL) di Kota Bengkulu, hal 17.
[21] RTM Sutamiharja dalam Proposal Tesis Hanwiradi, ibid
[22] J. Barrus dan DM. Jhonston dalam Proposal Tesis Hanwiradi, ibid hal
17-18
[23] Otto Soemarwoto, dalam Proposal Tesis Hanwiradi, ibid
[24] Niniek Suparni, dalam Proposal Tesis Hanwiradi, ibid
[25] I. Supardi, dalam Proposal Tesis Hanwiradi, ibid hal 19
[26] Abdurrahman, dalam Proposal Tesis Hanwiradi, ibid
[27] Niniek Suparni, dalam Proposal Tesis Hanwiradi, ibid hal 20
[28] Joko Subagyo, dalam Proposal Tesis Hanwiradi, ibid
[29] I. Supardi, dalam buku Arief Nurdu’a, M. dan Nursyam B. Sudharsono,
op.cit, hal 17
[30] Muhtadi Purawinata, dalam buku Arief Nurdu’a, M. dan Nursyam B.
Sudharsono, op.cit, hal 21
Tidak ada komentar:
Posting Komentar