Senin, 04 Februari 2013

Upaya Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup


TINJAUAN YURIDIS TERHADAP UPAYA PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP DI BENGKULU

Oleh : Cik Yang


1.   Latar Belakang
Lingkungan hidup yang telah dianugerahkan Tuhan Yang Maha Kuasa kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan karunia yang wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar dapat tetap menjadi sumber dan penujang hidup bagi rakyat dan bangsa Indonesia serta mahluk hidup lainnya demi kelangsungan dan peningkatan kualitas hidup.
Antara manusia dan lingkungan hidup terdapat hubungan timbal balik, yang harus selalu dibina dan dikembangkan agar tetap dalam kondisi keselarasan, keserasian, dan keseimbangan yang dinamis.
Pembangunan sebagai upaya sadar dalam mengolah dan memanfaatkan sumber daya alam untuk meningkatkan kemakmuran rakyat, baik untuk mencapai kemakmuran lahir maupun untuk mencapai kepuasan batin. Oleh karena itu, penggunaan sumber daya alam harus selaras, serasi, dan seimbang dengan fungsi lingkungan hidup.
Pembangunan memanfaatkan secara terus-menerus sumber daya alam guna meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup rakyat. Sementara itu, ketersediaan sumber daya alam terbatas dan tidak merata, baik dalam jumlah maupun dalam kualitas, sedangkan permintaan akan sumber daya alam tersebut makin meningkat sebagai akibat meningkatnya kegiatan pembangunan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat dan beragam. Di pihak lain, daya dukung lingkungan hidup dapat terganggu dan daya tampung lingkungan hidup dapat menurun[1].
Kegiatan pembangunan yang makin meningkat mengandung risiko pencemaran dan perusakan lingkungan hidup sehingga struktur dan fungsi dasar ekosistem yang menjadi penunjang kehidupan dapat rusak. Pencemaran dan perusakan lingkungan hidup itu akan merupakan beban sosial, yang pada akhirnya masyarakat dan pemerintah harus menanggung biaya pemulihannya.
Terpeliharanya keberlanjutan fungsi lingkungan hidup merupakan kepentingan rakyat sehingga menuntut tanggung jawab, keterbukaan, dan peran anggota masyarakat, yang dapat disalurkan melalui orang perseorangan, organisasi lingkungan hidup, seperti lembaga swadaya masyarakat, kelompok masyarakat, dan lain-lain, untuk memelihara dan meningkatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yang menjadi tumpuan keberlanjutan pembangunan. Pembangunan yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya alam, menjadi sarana untuk mencapai keberlanjutan pembangunan dan menjadi jaminan bagi kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Oleh karena itu, lingkungan hidup Indonesia harus dikelola dengan prinsip melestarikan fungsi lingkungan hidup yang serasi, selaras, dan seimbang untuk menunjang pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup bagi peningkatan kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
Arah pembangunan jangka panjang Indonesia adalah pembangunan ekonomi dengan bertumpukan pada pembangunan industri, yang diantaranya memakai berbagai jenis bahan kimia dan zat radioaktif.
Disamping menghasilkan produk yang bermanfaat bagi masyarakat, industrialisasi juga menimbulkan ekses, antara lain dihasilkannya limbah bahan berbahaya dan beracun, yang apabila dibuang ke dalam media lingkungan hidup dapat mengancam lingkungan hidup, kesehatan, dan kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain.
Secara global, ilmu pengetahuan dan teknologi telah meningkatkan kualitas hidup manusia. Pada kenyataannya, gaya hidup masyarakat industri ditandai oleh pemakaian produk berbasis kimia telah meningkatkan produksi limbah bahan berbahaya dan beracun. Hal itu merupakan tantangan yang besar terhadap cara pembuangan yang aman dengan risiko yang kecil terhadap lingkungan hidup, kesehatan, dan kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain[2].
Menyadari hal tersebut di atas, bahan berbahaya dan beracun beserta limbahnya perlu dikelola dengan baik. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus bebas dari buangan limbah bahan berbahaya dan beracun dari luar wilayah Indonesia.
Makin meningkatnya upaya pembangunan menyebabkan akan makin meningkatnya dampaknya terhadap lingkungan hidup. Keadaan ini mendorong makin diperlukannya upaya pengendalian dampak lingkungan hidup sehingga risiko terhadap lingkungan hidup dapat ditekan sekecil mungkin.
Upaya pengendalian dampak lingkungan hidup tidak dapat dilepaskan dari tindakan pengawasan agar ditaatinya ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup. Suatu perangkat hukum yang bersifat preventif berupa izin melakukan usaha dan/atau kegiatan lain. Oleh karena itu, dalam izin harus dicantumkan secara tegas syarat dan kewajiban yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan lainnya. Apa yang dikemukakan tersebut di atas menyiratkan ikut sertanya berbagai instansi dalam pengelolaan lingkungan hidup sehingga perlu dipertegas batas wewenang tiap-tiap instansi yang ikut serta di bidang pengelolaan lingkungan hidup.
a.       Sesuai dengan hakikat Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara hukum, pengembangan sistem pengelolaan lingkungan hidup sebagai bagian pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup harus diberi dasar hukum yang jelas, tegas dan menyeluruh guna menjamin kepastian hukum bagi upaya pengelolaan lingkungan hidup. Dasar hukum itu dilandasi oleh asas hukum lingkungan hidup yang sepenuhnya berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena itu bahasan dalam makalah ini menyoroti  tanggung jawab pemerintah dan masyarakat dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan hidup.

2.      Pengertian Lingkungan Hidup
Setiap organisme hidup mempunyai jenis kehidupan yang berbeda antara satu dan lainnya. Jenis kehidupan tersebut dipengaruhi oleh struktur organisme, fisiologi organisme, dan kondisi lingkungan[3].
Segala sesuatu yang berada di sekeliling manusia sebagai pribadi atau di dalam proses pergaulan hidup, biasanya disebut lingkugan. Hubungan antara berbagai organisme hidup  di dalam lingkungan pada hakikatnya merupakan kebutuhan primer, yang kadang-kadang terjadi secara sadar atau kurang sadar[4].
Lingkungan dapat dibedakan menjadi dua yaitu lingkungan hayati (biotic) yang terdiri atas makhluk hidup seperti manusia, hewan dan tumbuhan. Dan  lingkungan nonhayati (abiotik) yang terdiri atas makhluk tak hidup seperti tanah, air dan udara[5].
Pembagian lingkungan dibagi menjadi tiga kelompok dasar yaitu :
a.   Lingkungan fisik (physical environment)
yaitu segala sesuatu di sekitar manusia yang berbentuk benda mati seperti rumah, kendaraan, gunung, udara, air, dan lain-lain.
b.   Lingkungan biologis (biological environment)
yaitu segala sesuatu yang berada di sekitar kita yang berupa makhluk hidup seperti manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan.
c.   Lingkungan sosial (social environment)
yaitu orang lain yang ada disekitar kita, seperti tetangga, teman dan lain-lain[6].

Selain pengertian tersebut di atas, masih banyak pengertian lain dari pakar lingkungan hidup mengenai pengertian lingkungan hidup diantaranya :
a.       Munadjat Danusaputro
Lingkungan hidup adalah semua benda dan kondisi termasuk di dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya, yang terdapat dalam ruang tempat manusia berada dan mempengaruhi hidup dan kesejahteraan manusia dan jasad hidup lainnya[7].
b.      Emil Salim
Mengartikan lingkungan hidup sebagai segala benda, kondisi keadaan dan berpengaruh yang terdapat dalam ruangan yang kita tempati dan mempengaruhi hal yang hidup, termasuk kehidupan manusia. Batas lingkungan hidup sangat luas, namun sangat dibatasi dengan faktor-faktor yang dapat dijangkau oleh manusia, seperti faktor alam, faktor politik, faktor ekonomi, faktor sosial dan lain-lain[8].
c.       Otto Soemarwoto
Memberikan pengertian lingkungan hidup adalah jumlah semua benda kondisi yang ada dalam ruangan yang kita tempati yang mempengaruhi kehidupan kita. Dan selanjutnya beliau mengatakan tingkah laku manusia juga merupakan bagian lingkungan kita, oleh karena itu lingkungan hidup harus diartikan secara luas, yaitu tidak saja lingkungan fisik dan biologi, melainkan juga lingkungan ekonomi, sosial dan budaya[9].
d.   M. Daud Silalahi
Lingkungan hidup adalah semua benda, daya dan kehidupan termasuk di dalamnya manusia dan tingkah lakunya yang mempengaruhi kelangsungan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya. Oleh karena itu beliau memberikan batasan lingkungan hidup sangat luas yaitu tidak saja meliputi lingkungan fisik dan biologi melainkan juga berpengaruh pada lingkungan ekonomi, sosial dan budaya[10].
e.       Hasil seminar BPHN tentang segi-segi hukum dalam pengelolaan lingkungan hidup menyimpulkan lingkungan hidup adalah semua benda dan kondisi termasuk manusia dan tingkah lakunya yang ada dalam ruang yang kita tempati yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan serta kesejahteraan manusia[11].
f.       Dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia, dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain[12].
g.      Siti Sundari Rangkuti
Dalam bukunya Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional mengatakan istilah lingkungan hidup dan lingkungan dipakai dalam pengertian  yang sama yaitu lingkungan hidup berdasarkan Pasal 1 ayat  1 undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Oleh karena itu beliau tidak memberikan batasan lingkungan hidup secara kongkrit, akan tetapi beliau membatasi bahwa lingkungan hidup adalah berkaitan dengan kualitas hidup manusia, karena itu lingkungan hidup berkaiatan dengan tata nilai[13].
3.  Manfaat dan resiko pengelolaan lingkungan hidup
Tujuan utama pengelolaan lingkungan hidup salah satunya adalah terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan dan terkendalinya pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana. Untuk itu sejak awal perencanaan kegiatan sudah harus memperkirakan perubahan rona lingkungan akibat pembentukan suatu kondisi lingkungan yang baru, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan akibat diselenggarakannya pembangunan[14].
Pembangunan pada dasarnya merupakan campur tangan manusia terhadap hubungan timbal balik antara dirinya dengan lingkungan hidupnya dalam upayanya untuk memanfaatkan sumber daya alam bagi kepentingannya, guna meningkatkan taraf hidupnya[15]. Hal ini berarti bahwa pembangunan mencakup[16]:
a.       kemajuan lahiriah seperti pangan, sandang, perumahan, dan lain-lain;
b.      kemajuan batiniah seperti pendidikan, rasa aman, rasa keadilan, rasa sehat dan lain-lain, serta;
c.       kemajuan yang meliputi seluruh rakyat sebagaimana tercermin dalam perbaikan hidup berkeadilan sosial.
Karena luasnya ruang lingkup pembangunan, maka pencapaiannya dilakukan secara bertahap tetapi simultan. Dalam setiap tahap diharapkan dapat dicapai keselarasan dalam kemajuan lahiriah dan batiniah yang merata bagi seluruh rakyat, dengan kadar keadilan sosial yang meningkat. Dengan demikian pembangunan merupakan suatu proses yang berjalan secara terus menerus, yang setiap tahap diusahakan memiliki kemampuan menopang pembangunan dalam tahap berikutnya, sehingga dalam pembangunan selain upaya meningkatkan kemajuan, yang tidak kalah pentingnya adalah mempertahankan dan memantapkan kemajuan yang telah dicapai.
Konsep Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) memberikan arahan bahwa arah dan kebijaksanaan pembangunan yang ditempuh selama Pembangunan Lima Tahun (PELITA) sebelumnya perlu dilanjutkan dan bahkan ditingkatkan agar makin nyata dan dapat dirasakan perbaikan taraf hidup dan kecerdasan rakyat yang mencerminkan meningkatnya kualitas manusia dan kualitas kehidupan masyarakat demi terwujudnya kesejahteraan yang makin merata dan adil bagi seluruh rakyat.
Dalam setiap pembangunan yang dilaksanakan sudah barang tentu akan menimbulkan dampak, baik itu dampak positip yang berarti memberikan manfaat bagi kehidupan manusia, diantaranya adalah[17] :
a.       meningkatnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara merata;
b.      meningkatnya pertumbuhan ekonomi secara bertahap sehingga terjadi perubahan struktur ekonomi yang lebih baik, maju, sehat dan seimbang;
c.       meningkatnya kemampuan dan penguasaan teknologi yang akan menumbuhkembangkan kemampuan dunia usaha nasional;
d.      memperluas dan memeratakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha;
e.       menunjang dan memperkuat stabilitas nasional yang sehat dan dinamis dalam rangka memperkokoh ketahanan nasional;
f.       terkendalinya hama dan penyakit, tersedianya air bersih terkendalinya banjir, dan lain-lain.
maupun dampak negatif dalam arti merusak dan bahkan juga dapat menghancurkan sumber-sumber daya lingkungan yang bisa menimbulkan kerugian bagi masyarakat atau menimbulkan gangguan bagi keseimbangan lingkungan hidup. Adapun dampak negatif akibat kegiatan pembangunan terhadap lingkungan yang sangat menonjol adalah masalah pencemaran dan perusakan lingkungan.
Pencemaran dan perusakan lingkungan hidup tersebut dapat timbul karena ulah manusia dan proses alam, akan tetapi sebenarnya lebih jauh ulah manusialah yang menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup ini, seperti pencemaran air, udara akibat industrialisasi dan penggundulan hutan akibat penyalahgunaan HPH oleh para pengusaha[18].
Pengertian pencemaran lingkungan hidup menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 dalam Pasal 1 angka 12 adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
Berikut beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian pencemaran lingkungan hidup, diantaranya :
a.   Otto Soemarwoto
Memberikan batasan yang dimaksud pencemaran adalah adanya suatu organisme atau unsur-unsur lain dalam suatu sumber daya, misalnya air atau udara dalam keadaan yang menggangu peruntukan sumbernya itu. Kontaminasi atau pengotoran ialah perubahan kualitas sumber daya atau akibat tercampurnya dengan bahan lain tanpa mengganggu pertukaran[19].
b.   Aprilani Soegiarto
Mengatakan bahwa secara mendasar dalam pencemaran terkandung pengertian pengotoran (contaminations) dan pemburukan (deterioration). Pengotoran dan pemburukan terhadap sesuatu semakin lama akan kian menghancurkan apa yang dikotori atau diburukkan sehingga akhirnya dapat memusnahkan setiap sasaran yang dikotorinya[20].
c.   RTM Sutamiharja
Menyebutkan bahwa pencemaran adalah penambahan bermacam-macam bahan sebagai hasil dari aktifitas manusia ke lingkungan dan biasanya memberikan pengaruh yang berbahaya terhadap lingkungan itu[21].
d.   J. Barrus dan DM. Jhonston
Dalam bukunya The International Law of Pollution menyebutkan bahwa masalah pencemaran timbul bilamana suatu zat atau energi dengan tingkat dan konsentrasi yang sedemikian rupa hingga dapat mengubah kondisi lingkungan, baik langsung atau tidak langsung dan pada akhirnya lingkungan tidak berfungsi sebagaimana mestinya[22].
Menurut Otto Soemarwoto, dilihat dari segi ilmiah suatu lingkungan dapat disebut sudah tercemar bila memiliki beberapa unsur,  unsur-unsur  tersebut adalah :
a.       kalau suatu zat, organisme atau unsur-unsur lain (seperti gas, cahaya, energi) telah tercampur (terintroduksi) ke dalam sumber daya atau lingkungan tertentu;
b.      dan karenanya menghalangi atau menggangu fungsi untuk peruntukan daripada sumber daya atau lingkungan tersebut.
Oleh karena itu apabila salah satu syarat dari kedua unsur tersebut tidak terpenuhi, maka belum bisa dikatakan telah terjadi pencemaran[23].
Sedangkan menurut Niniek Suparni[24], unsur-unsur pencemaran itu adalah :
a.       - masuknya atau dimasukkannya zat pencemar ke dalam lingkungan, atau
- berubahnya tatanan lingkungan;
b.      adanya :  - kegiatan manusia
- proses alam
c.       turunnya kualitas lingkungan
d.      timbulnya akibat berupa kurangnya atau tidak dapatnya lingkungan berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
Pencemaran terjadi apabila dalam lingkungan terdapat bahan yang menyebabkan timbulnya perubahan yang tidak diharapkan, baik bersifat fisik, kimiawi maupun biologis sehingga mengganggu kesehatan, eksistensi manusia, dan aktivitas manusia serta organisme lainnya. Bahan penyebab pencemaran disebut bahan pencemaran atau pollutan.
Polusi disebabkan terjadinya faktor-faktor tertentu yang sangat menentukan ialah[25] :
-          jumlah penduduk;
-          jumlah sumber daya manusia yang digunakan oleh setiap individu;
-          jumlah polutan yang dikeluarkan oleh setiap jenis sumber daya alam atau teknologi yang digunakan.
Pencemaran dapat pula terjadi secara alami, misalnya dengan terjadinya letusan gunung maka menimbulkan polusi udara, air dan juga lahan-lahan pemukiman maupun lahan potensial lainnya.
Sebagai akibat dari pencemaran ini akan menimbulkan kerugian yang dapat berbentuk :
a.       kerugian ekonomi dan sosial (economic and social injury)
b.      gangguan sanitair (sanitary hazard),
sedang menurut golongan pencemaran dapat dibagi :
-          kronis, dimana kerusakan terjadi secara lambat;
-          kejutan atau takut, kerusakan mendadak dan berat biasanya timbul dari kecelakaan;
-          berbahaya, dengan kerugian biologis berat dan dalam hal ada radioaktifitas terjadi kerusakan genetic;
-          katostrofis, disini kematian organisme hidup banyak dan mungkin organisme hidup menjadi punah[26]
Perusakan lingkungan menurut pengertian Pasal 1 angka 14 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan / atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan.
Unsur-unsur perusakan lingkungan hidup antara lain[27] :
a.       adanya suatu tindakan manusia;
b.      terjadinya perubahan terhadap sifat fisik lingkungan dan / atau sifat hayati lingkungan;
c.       timbulnya akibat berupa kurangnya atau tidak dapatnya lingkungan berfungsi dalam menunjang pembangunan yang berkesinambungan.
Menurut Joko Subagyo, lingkungan yang rusak berarti lingkungan itu semakin berkurang kegunaannya atau mendekati kepunahan bahkan kemungkinan telah punah samasekali.
Disamping itu perusakan lingkungan apabila ditinjau dari peristiwa terjadinya dapat dibagi dua yaitu :
a.       kerusakan itu terjadi dengan sendirinya, yang disebabkan oleh alam dan perbuatan manusia;
b.      disebabkan pencemaran, baik yang berasal dari darat, laut dan udara[28].

4.  Upaya menjaga kelestarian lingkungan hidup
Masalah lingkungan hidup ini memang merupakan masalah yang cukup kompleks, di mana lingkungan lebih banyak bergantung kepada tingkah laku manusia yang semakin lama semakin menurun baik dalam kualitas maupun kuantitasnya dalam menunjang kehidupan manusia. Ditambah lagi dengan melonjaknya pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali dengan baik, maka keadaan lingkungan menjadi semakin semrawut[29].
Dikemukakan oleh Muhtadi Purawinata, setelah alam semakin tersayat oleh jalan-jalan bebas hambatan, perairan semakin tercemar oleh limbah industri, maka pelestarian alam serta lingkungan menjadi permasalahan yang mendesak. Belum banyak upaya yang dilakukan untuk memulihkan kerusakan akan lingkungan akibat ulah manusia dalam membangun dirinya[30].
Upaya menciptakan lingkungan hidup yang bersih dan sehat atau yang sering dikatakan sebagai upaya pelestarian lingkungan hidup adalah merupakan tanggung jawab setiap orang tanpa kecuali, termasuk didalamnya badan usaha atau badan hukum.
Hal ini telah diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yakni :
a.       Pasal 5 menyebutkan bahwa :
(1)   setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat;
(2)   setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup;
(3)   setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidupsesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b.      Pasal 6 menyebutkan bahwa :
(1)   setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkugan hidup;
(2)   setiap orang yang melakukan usaha dan / atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup.
c.       Pasal 7 menyebutkan bahwa :
(1)   masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan hidup;
(2)   pelaksanaan ketentuan pada ayat 1 di atas, dilakukan dengan cara :
-    meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan;
-    menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat;
-    menumbuhkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial;
-    memberikan saran pendapat;
-    menyampaikan informasi dan / atau menyampaikan laporan.
Dengan adanya ketentuan tersebut di atas, semestinya semua pihak lebih mengerti dan menyadari akan pentingnya pelestarian lingkungan hidup, untuk itu perlu dilakukan berbagai upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup agar pelaksanaan pembangunan dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan.
Perhatian pemerintah daerah dan masyarakat Kota Bengkulu terhadap pengelolaan lingkungan hidup di daerah sudah lama diberikan, baik dengan tujuan pemafaatannya maupun penanganan limbah yang diakibatkan proses pemanfaatan lingkungan.
Dengan adanya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, kewenangan mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam di daerah sebagai unsur lingkungan hidup akan diserahkan  kepada pemerintah daerah setempat. Konsekwensi dari pergeseran kewenangan ini adalah timbulnya keharusan bagi pemerintah daerah untuk bertanggung jawab sepenuhnya atas segala masalah lingkungan hidup di daerahnya sendiri, termasuk masalah penanganan limbah. Untuk itulah terbentuknya Badan Penanggulangan Dampak Lingkungan Daerah (BAPEDALDA) yang diserahi tanggung jawab dalam pemeliharaan fungsi lingkungan hidup harus dapat diberdayakan secara optimal, dan hendaknya menjadi badan yang mampu mewujudkan pendekatan antar sektoral dikalangan instansi vertikal maupun horizontal daerah.
 Untuk menanggulangi terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan hidup, setiap kegiatan yang berdampak lingkungan dalam pelaksanaannya wajib diikuti dengan upaya yang mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup, oleh karena itu diperlukan adanya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Dalam Pasal 15 ayat 1 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dinyatakan bahwa setiap rencana usaha dan / atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup.
Analisis mengenai dampak lingkungan adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan / atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan / atau kegiatan (Pasal I angka 21 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup).
Sebagai peraturan pelaksananya maka dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
Pembangunan dalam dirinya mengandung perubahan besar yang meliputi perubahan struktur ekonomi, perubahan fisik, wilayah, perubahan pola konsumsi, perubahan sumber alam dan lingkungan hidup, perubahan teknologi dan perubahan sistem nilai.
Pembangunan yang dilakukan tersebut tentunya harus memperhatikan prinsip keseimbangan, pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya serta memperhatikan aspek penataan lingkungan hidup. Kegiatan pembangunan dan pertambahan penduduk yang cukup pesat akan mengakibatkan tekanan terhadap sumberdaya alam.
Demikian pula halnya dengan pembangunan di propinsi Bengkulu, mengikuti kebijakan dan kehendak bahwa pembangunan tersebut harus dilaksanakan dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.
Oleh karena itu kebijaksanaan dan langkah-langkah dalam pembangunan haruslah mencerminkan pertimbangan-pertimbangan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.

5.   Penutup
Masalah pembangunan  dimanapun tetap akan bersinggungan dengan permasalah lingkungan hidup. Sebagai sebuah daerah yang sedang berkembang, propinsi Bengkulu sedang melaksanakan pembangunan disegala bidang. Pengertian pembangunan disini merupakan upaya untuk meningkatkan taraf hidup dengan memanfaatkan segala sumber daya yang dimilikinya.
Untuk itu konsep pembangunan di Propinsi Bengkulu harus dilaksanakan dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup yang pengertiannya adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.





DAFTAR PUSTAKA



Arief Nurdu’a, M. dan Nursyam B. Sudharsono, 1993, Hukum Lingkungan Perundang-undangan serta Berbagai Masalah dalam Penegakannya, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Fuad Amsyari, 1989, Prinsip-prinsip Masalah Pencemaran Lingkungan, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Gatot P. Soemartono, R.M, 1996, Hukum Lingkungan Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.

Gatot P. Soemartono, R.M., 1991, Mengenal Hukum Lingkungan Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.

Hand-out 1 Hukum Lingkungan.

Hermien Hadiati Koeswadji dalam buku Bambang Sunggono, 1994, Hukum, Lingkungan dan Dinamika Kependudukan, Citra Aditya Bakti, Bandung

Hanwiradi, 2008, Telaah Yuridis Terhadap Pelaksanaan Penegakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) di Kota Bengkulu.

Munadjat Danusaputro, ST., 1980, Hukum Lingkungan Buku I Umum, Binacipta, Bandung.

Panut dan Saktiyono, 1990, Biologi 3, Intan Pariwara, Jakarta.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup



[1] Republik Indonesia, Penjelasan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
[2] ibid
[3] Panut dan Saktiyono, 1990, Biologi 3, Intan Pariwara, Jakarta, ed I, hal.176
[4] Gatot P. Soemartono, R.M, 1996, Hukum Lingkungan Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, cet I, hal 12
[5] Panut dan Saktiyono, loc. cit
[6] Fuad Amsyari, 1989, Prinsip-prinsip Masalah Pencemaran Lingkungan, Ghalia Indonesia, Jakarta, cet.ketiga, hal 11-12
[7] Munadjat Danusaputro, ST., 1980, Hukum Lingkungan Buku I Umum, Binacipta, Bandung,  hal 67
[8] Hand-out 1 Hukum Lingkungan, hal 2
[9] ibid
[10] ibid hal 1
[11] ibid, hal 2
[12] Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
[13] Hand-out 1, op.cit hal 1-2
[14] Gatot P. Soemartono, R.M., 1991, Mengenal Hukum Lingkungan Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, Cet 1, hal  72
[15] Hermien Hadiati Koeswadji dalam buku Bambang Sunggono, 1994, Hukum, Lingkungan dan Dinamika Kependudukan, Citra Aditya Bakti, Bandung, Cet.1, hal 8
[16] Gatot P. Soemartono, R.M., op.cit 189
[17] Gatot P. Soemartono, R.M., op.cit hal 72-73
[18] Arief Nurdu’a, M. dan Nursyam B. Sudharsono, 1993, Hukum Lingkungan Perundang-undangan serta Berbagai Masalah dalam Penegakannya, Citra Aditya Bakti, Bandung, Cet. Ke 1, hal 19.
[19] Otto Soemarwoto dalam buku Arief Nurdu’a, M. dan Nursyam B. Sudharsono, ibid
[20] Apriliani Soegiarto dalam Proposal Tesis Hanwiradi, 2008, Telaah Yuridis Terhadap Pelaksanaan Penegakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) di Kota Bengkulu, hal 17.
[21] RTM Sutamiharja dalam Proposal Tesis Hanwiradi, ibid
[22] J. Barrus dan DM. Jhonston dalam Proposal Tesis Hanwiradi, ibid hal 17-18
[23] Otto Soemarwoto, dalam Proposal Tesis Hanwiradi, ibid
[24] Niniek Suparni, dalam Proposal Tesis Hanwiradi, ibid
[25] I. Supardi, dalam Proposal Tesis Hanwiradi, ibid hal 19
[26] Abdurrahman, dalam Proposal Tesis Hanwiradi, ibid
[27] Niniek Suparni, dalam Proposal Tesis Hanwiradi, ibid hal 20
[28] Joko Subagyo, dalam Proposal Tesis Hanwiradi, ibid
[29] I. Supardi, dalam buku Arief Nurdu’a, M. dan Nursyam B. Sudharsono, op.cit, hal 17
[30] Muhtadi Purawinata, dalam buku Arief Nurdu’a, M. dan Nursyam B. Sudharsono, op.cit, hal 21

Tidak ada komentar:

Hero Herlambang Bratayudha, SH - Rayhan Yusuf Mirshab