Selasa, 26 Februari 2013

BRI DITEGUR OMBUDSMAN AKIBAT ABAIKAN HAK PEKERJA

Hampir 12 tahun, Nicolas S Lamardan dan 142 rekannya menanti proses pembayaran kekurangan upah dari PT Bank Rakyat Indonesia (BRI). Pasalnya, Pengadilan Negeri Jakarta Timur ketika itu memutus agar PT BRI memberikan tunggakan upah sebesar Rp8 miliar kepada 143 orang mantan pekerja PT Pan Gas Nusantara Industri (PGNI). Ketika beroperasi, PT PGNI mempunyai sejumlah hutang kepada PT BRI. 
Setelah aset PT PGNI dijual maka hasil penjualan itu disimpan di PT BRI. Sayangnya, kekurangan upah 143 mantan pekerja PT PGNI, tak kunjung dibayar usai aset milik PT PGNI berhasil dijual. Putusan PN Jakarta Timur itu diperkuat lewat Putusan Pengadilan Tinggi di tahun 2002 dan Mahkamah Agung pada tahun 2003. 
Menurut pendamping Nicolas dkk dari LBH Jakarta, Maruli Tua Rajagukguk, proses eksekusi atas putusan itu terhambat karena PT BRI dinilai tak mematuhi putusan hukum yang telah berkekuatan berkekuatan tetap. Padahal, sebagai perusahaan BUMN Maruli mengatakan mestinya BRI memberi contoh kepatuhan hukum yang baik. Sejak putusan berkekuatan tetap itu diterbitkan, sampai saat ini, Maruli mencatat setidaknya sudah tiga kali proses eksekusi dilakukan oleh PN Jakarta Pusat, tapi selalu gagal. 
“Karena PT BRI tetap 'membangkang' (atas putusan pengadilan,-red), maka Ombudsman sebagai lembaga negara yang mempunyai wewenang mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik mengeluarkan rekomendasi. Diduga karena PT BRI melakukan tindakan maladministratif,” kata Maruli kepada wartawan di gedung Ombudsman Jakarta, Senin (25/2).
Karena sulit melakukan eksekusi, sebagai upaya untuk mendapatkan hak-haknya, ratusan mantan pekerja PT PGNI itu melapor kepada Ombudsman. Hasilnya, Ombudsman menerbitkan rekomendasi untuk PT BRI dan Kementerian BUMN.
Menurut anggota Ombudsman, Ibnu Tricahyo, Direktur Utama PT BRI paling lama dalam jangka waktu 30 hari sejak diterimanya rekomendasi itu diminta untuk melaksanakan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas hak mantan pekerja PT PGNI.  Yaitu membayarkan uang hasil penjualan aset perusahaan PT PGNI yang tersimpan pada PT BRI kepada Nicolas dkk selaku mantan pekerja PT PGNI.
Ombudsman menilai uang tersebut untuk membayar hak para pekerja yang pernah bekerja di PT PGNI. Karena PT PGNI sekarang sudah tidak beroperasi lagi. Selain itu agar masyarakat tidak dirugikan dan memperoleh hak-haknya melalui pelayanan yang baik.
Sementara rekomendasi Ombudsman untuk Menteri BUMN, Ibnu melanjutkan, agar mengawasi pelaksanaan rekomendasi Ombudsman sebagaimana telah diatur dalam pasal 38 ayat (1) dan (2)UU Ombudsman Republik Indonesia. “Menteri BUMN agar mengawasi pelaksanaan rekomendasi itu,” tegas Ibnu ketika membacakan rekomendasi di kantor Ombudsman Jakarta, Senin (25/2).
Secara umum Ibnu menegaskan bahwa rekomendasi Ombudsman itu wajib dijalankan dan pihak terkait wajib memberi laporan mengenai pelaksanaan itu kepada Ombudsman.
Ibnu menjelaskan, rekomendasi yang diterbitkan itu didasarkan pada hasil investigasi yang dilakukan oleh Ombudsman dan fakta lain yang berhasil dihimpun Ombudsman. Berdasarkan hal itu, Ombudsman berkesimpulan bahwa PT BRI telah melakukan tindakan maladministrasi.
Sedikitnya Ombudsman menemukan tiga hal yang ditengarai sebagai praktik maladministrasi yang dilakukan PT BRI. Pertama, melakukan penundaan berlarut (undue delay). Yaitu tindakan tidak menjalankan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dengan alasan tak jelas. Hal itu terbukti dari upaya yang dilakukan PT BRI dengan menghambat pelaksanaan eksekusi oleh pengadilan. Padahal, PN Jakarta Pusat telah memutus bahwa perlawanan atas eksekusi yang diajukan PT BRI tak dapat diterima.
Kedua, PT BRI mengabaikan kewajiban hukum. Yaitu tidak melaksanakan putusan pengadilan dengan alasan yang tak dapat diterima. Atas hal itu Ombudsman berpendapat bahwa PT BRI selaku perusahaan BUMN mestinya tunduk pada tata kelola perusahaan yang baik (good coroporate governance) dan komprehensif melihat permasalahan termasuk dari segi kepatutan. Selain itu PT BRI dinilai melakukan pelanggaran terhadap hak masyarakat yang telah dirugikan.
Ketiga, Ombudsman menganggap PT BRI melakukan pengabaian kewajiban hukum terhadap pelaksanaan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap. Hal itu menyangkut nasib Nicolas dkk yang hak-haknya sebagai pekerja yang harusnya dilindungi sebagaimana peraturan yang berlaku.
Ibnu mengatakan, jika PT BRI tak melaksanakan rekomendasi, maka Ombudsman akan melaporkannya kepada Presiden sebagai pihak tertinggi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Serta DPR yang bertugas sebagai pengawas penyelenggaraan pemerintahan.
Pada kesempatan yang sama, usai mendengarkan pembacaan rekomendasi, Kadiv Hukum PT BRI, Hadi Susanto, mengatakan untuk menjalankan rekomendasi itu, PT BRI akan berkoordinasi terlebih dulu dengan Kementerian BUMN. Pasalnya, PT BRI berada di bawah naungan Kementerian BUMN. Senada, staf biro hukum Kementerian BUMN, Fahreza M, mengatakan akan menindaklanjuti rekomendasi Ombudsman. “Kami akan berkoordinasi dengan PT BRI,” katanya.
Sementara, mewakili mantan pekerja PT PGNI, Nicolas S Lamardan, menyambut baik rekomendasi yang diterbitkan Ombudsman. Menurutnya, para pekerja telah belasan tahun menanti kejelasan atas hak mereka sebagai pekerja PT PGNI yang belum terpenuhi sampai saat ini. Dia berharap pihak PT BRI dan Kementerian BUMN segera menjalankan rekomendasi itu. “Kami merasa gembira,” pungkasnya.

Sumber : http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt512b443580f6b/abaikan-hak-pekerja--bri-ditegur-ombudsman

Tidak ada komentar:

Hero Herlambang Bratayudha, SH - Rayhan Yusuf Mirshab