Kamis, 21 Maret 2013

Pro Kontra Isi Pasal Santet Dalam RKUHP


JAKARTA, - Penerapan pasal tentang penyantetan dalam Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) menimbulkan kontroversi. Tak hanya eksternal DPR, tetapi juga internal. Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin menilai, penerapan pasal itu akan menimbulkan kegoncangan sosial. 

"Bila pasal santet itu dikategorikan sebagai delik formal, maka tak perlu dibuktikan akibat dari perbuatan orang tersebut, atau tak perlu dibuktikan apakah benar orang itu yang menyantet. Ini pun akan menimbulkan masalah, bahkan tak mustahil kegoncangan sosial," ujar Didi, di Jakarta, Kamis (21/3/2013). 
Anggota Badan Legislasi DPR ini menjelaskan, kegoncangan sosial bisa timbul karena seseorang bisa saja dipenjara karena tuduhan-tuduhan bisa menyantet atau tuduhan sebagai dukun santet. Bahkan, lanjutnya, kini sudah menggejala praktik "main hakim sendiri" terhadap orang yang dituding sebagai dukun santet. 

"Bila delik atau pasal santet dianggap sebagai delik materil, jelas akan mengundang masalah. Sebab, amat sulit untuk pembuktiannya. Bagaimana membuktikan bahwa seseorang memiliki ilmu gaib atau ilmu hitam?," kata Didi. 



Menurutnya, pembuktian terhadap aksi santet-menyantet ini cukup sulit karena harus membuktikan apakah benar akibat perbuatan ilmu gaibnya bisa menyebabkan seseorang meninggal dunia atau luka-luka. Oleh karena itu, Didi menilai pasal santet tak perlu ada atau tak perlu dimasukkan dalam RUU KUHP. 

"Kalaupun kaidah hukum pidana semacam itu dikehendaki, maka tidak perlu dimasukkan dalam RUU KUHP. Cukup diakomodasi dengan kaidah hukum pidana yang bersifat umum tentang aturan menyangkut permufakatan jahat atau adanya orang yang hendak melakukan tindak pidana," paparnya. 

Pasal santet

Kejahatan-kejahatan ilmu hitam dibahas dan diatur dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Umum Hukum Pidana (RUU KUHP) yang tengah digodok Dewan Perwakilan Rakyat. Setiap orang yang berupaya menawarkan kemampuan magisnya bisa terancam pidana lima tahun penjara. Aturan tersebut diatur dalam Bab V tentang Tindak Pidana terhadap Ketertiban Umum yang secara khusus dicantumkan dalam Pasal 293. Berikut ini kutipan pasal yang mengatur tentang santet dan ilmu hitam lainnya itu:

"(1) Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV;

(2) Jika pembuat tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, maka pidananya ditambah dengan sepertiga." 

Sementara dalam penjelasannya disebutkan bahwa ketentuan itu dimaksudkan untuk mengatasi keresahan masyarakat yang ditimbulkan oleh praktik ilmu hitam (black magic) yang secara hukum menimbulkan kesulitan dalam pembuktiannya. Ketentuan ini dimaksudkan juga untuk mencegah secara dini dan mengakhiri praktik main hakim sendiri yang dilakukan oleh warga masyarakat terhadap seseorang yang dituduh sebagai dukun teluh (santet).


Sumber : Kompas

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Hal-hal mengenai mistik memang tidak layak disandingkan dengan Negara. Dulu para pemimpin kita, seprti Sukarno, sangat identik dg yg namanya mistik, tapi Sukarno tdk pernah membaurkan/menyinggung sedikitpun hal tersebut dengan Negara.

Dywo mengatakan...

betul bro, hukum itu dibuat berdasarkan analistik realistis pada fakta yang pernah terjadi di dalam hubungan konteks interaksi sosial. Dilegalisinya suatu aturan mistis dalam KUHP adalah suatu kemunduran. Di satu sisi memang menunjukkan adanya suatu penemuan hukum baru (rechtsvinding), namun salah kaprah. Disisi lain dunia hukum kita menjadi tidak real, jauh dari kepastian hukum. Setuju, Bung Karno adalah salah satu pemimpin yang tau bagaimana menyikapi permasalahan negara dan mana yang pribadi. Ini yang perlu dicontoh. Terimakasih atas komentarnya.

Hero Herlambang Bratayudha, SH - Rayhan Yusuf Mirshab