Minggu, 10 Maret 2013

Hak Karyawan atas uang lembur atau insentif ?

UANG LEMBUR DAN INSENTIF
Disadur berdasarkan tulisan : LETEZIA TOBING

Waktu lembur dan upah lembur diatur dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UUK”) serta peraturan-peraturan pelaksananya. Berikutnya, kami akan kutipkan penjelasan dalam artikel Waktu Kerja dan Upah Lembur Sopir, yang relevan dengan pertanyaan Anda, sebagai berikut:

“Ketentuan mengenai waktu kerja pekerja dapat kita temui dalam Pasal 77 s/d Pasal 85 UUKPasal 77 ayat (1) UUK mewajibkan setiap pengusaha untuk melaksanakan ketentuan waktu kerja. Ketentuan waktu kerja ini telah diatur oleh pemerintah yaitu:
a.        7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
b.        8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
“Akan tetapi, ketentuan waktu kerja tersebut tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu seperti misalnya pekerjaan di pengeboran minyak lepas pantai, sopir angkutan jarak jauh, penerbangan jarak jauh, pekerjaan di kapal (laut), atau penebangan hutan (lihat penjelasan Pasal 77 ayat [3] UUK).
“Di dalam Pasal 78 ayat (1) UUK diatur mengenai syarat pelaksanaan kerja lembur yaitu:
a.    harus ada persetujuan dari pekerja yang bersangkutan; dan
b.    diperbolehkan untuk dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.
“Kemudian, di dalam Pasal 78 ayat (2) UUK dinyatakan bahwa pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur. Namun, ketentuan waktu kerja lembur dan upah kerja lembur tersebut, tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu. Lebih jauh simak artikel Waktu Kerja dan Upah Lembur.
“Pengertian waktu kerja lembur diatur lebih jauh dalam Pasal 1 angka 1 Kepmenakertrans No. KEP-102/MEN/VI/2004 Tahun 2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Upah Kerja Lembur(“Kepmenakertrans 102/2004”):
“Waktu kerja lembur adalah waktu kerja yang melebihi 7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 8 (delapan) jam sehari, dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau waktu kerja pada hari istirahat mingguan dan atau pada hari libur resmi yang ditetapkan Pemerintah”.
Berdasarkan penjelasan tersebut, jelas bahwa upah kerja lembur adalah kewajiban dari perusahaan untuk membayarnya kepada pekerja yang lembur.
Sedangkan, mengenai insentif sendiri tidak dikenal dalam UU Ketenagakerjaan dan peraturan pelaksananya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, insentif adalah tambahan penghasilan (uang, barang, dsb) yang diberikan untuk meningkatkan gairah kerja atau uang perangsang.
Dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No. SE-07/MEN/1990 Tahun 1990 tentang Pengelompokan Komponen Upah Dan Pendapatan Non Upah (“SE Menaker 7/1990”) dikatakan bahwa berdasarkan penelitian yang dilakukan Departemen Tenaga Kerja didapat kesimpulan bahwa para pengusaha dengan maksud untuk mendorong para pekerja lebih berdisiplin, rajin dan produktif telah menerapkan/memperkenalkan bermacam-macam tunjangan dan perangsang lainnya.
Ini berarti bahwa tunjangan adalah termasuk salah satu perangsang produktifitas karyawan, yang berarti adalah salah satu jenis insentif. Selain itu, sebenarnya kalau dilihat dari arti kata-kata insentif itu sendiri, bonus dan fasilitas juga dapat termasuk ke dalam insentif. Selama maksud dari pemberian itu adalah untuk meningkatkan gairah kerja para pekerja.
Mengenai ketentuan uang lembur digantikan dengan uang insentif tidak ada dalam peraturan perundang-undangan. Tetapi, kita dapat merujuk pada pengelompokkan komponen upah dan komponen non-upah pada SE Menaker 7/1990, di mana upah pokok, tunjangan tetap, dan tunjangan tidak tetap termasuk ke dalam komponen upah, sedangkan fasilitas, bonus dan tunjangan hari raya termasuk ke dalam komponen non-upah.
Melihat pengelompokkan tersebut, terlihat bahwa upah lembur merupakan bagian upah pokok (imbalan atas pekerjaan yang dilakukan pekerja) sehingga berbeda dari insentif. Oleh karena itu pembayarannya tidak bisa digantikan dengan insentif.
Bagi pengusaha yang tidak membayarkan upah kerja lembur yang menjadi hak pekerjanya, Pasal 187 ayat (1) UUK mengatakan bahwa pengusaha tersebut dapat dikenakan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Sebagai referensi Anda dapat membaca artikel-artikel berikut ini:
1.    Keabsahan Pemberian Insentif yang Bersifat Mengurangi Upah;
2.    Jika Upah Lembur Dibayar Tak Sesuai dengan Jumlah Waktu Lembur;
3.    Waktu Kerja dan Upah Lembur;
4.    Jika Perusahaan Tidak Memberi Makan dan Minum pada Waktu Lembur;
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
2.    Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia No. KEP-102/MEN/VI/2004 Tahun 2004 Tentang Waktu Kerja Lembur Dan Upah Kerja Lembur;
3.    Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No. SE-07/MEN/1990 Tahun 1990 Tentang Pengelompokan Komponen Upah Dan Pendapatan Non Upah (“SE Menaker 7/1990”).

Tidak ada komentar:

Hero Herlambang Bratayudha, SH - Rayhan Yusuf Mirshab