KAITAN ANTARA HAK ASASI MANUSIA
(HAM) DENGAN NEGARA HUKUM
Sebagaimana diketahui bahwa negara Indonesia adalah negara hukum, oleh
karena itu di dalam penyelenggaraan negara harus tunduk dan taat terhadap hukum.
Hal ini berlaku bagi penyelenggara negara baik eksekutif, yudikatif dan
legislatif. Keterkaitan UUD 1945 dengan HAM tercermin pada Pembukaan maupun
pada Pasal-pasalnya ( 28 a - 28 j).
1. Perkembangan
HAM di Indonesia
Amanat pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yang
menyatakan “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan
oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak
sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan” secara nyata bahwa HAM memperoleh perhatian yang mendasar dalam
hidup berbangsa dan bernegara. Dengan demikian makna Hak Asasi manusia itu sendiri telah lahir
jauh sebelum Deklarasi Universal HAM Tahun 1948. Namun dalam perjalanannya HAM belum
mendapat perhatian sebagaimana mestinya oleh pemimpin bangsa karena berbagai
faktor antara lain :
a. Pada masa Orde Lama
1. belum adanya stabilitas politik yang dapat
menjamin kelangsungan pelaksanaan HAM di
Indonesia.
2. Masih rendahnya perhatian penguasa dan masyarakat
terhadap pelaksanaan HAM, disamping kondisi keuangan negara yang belum memungkinkan terpenuhinya HAM
b. Masa Orde Baru
1. Lebih mengedepankan stabilitas politik dengan mengabaikan pelaksanaan pemenuhan HAM, walaupun telah terbentuk Komisi Nasional HAM
tahun 1993 namun pelaksanaannya masih
setengah hati.
2. Terjadinya mis
managemen keuangan negara yang berimplikasi terhadap penyalahgunaan wewenang (seperti kasus Korupsi) sehingga menghambat terlaksananya penghormatan, penegakan, perlindungan,
pemenuhan dan pemajuan HAM di Indonesia. Sebagai contoh belum terpenuhinnya hak pendidikan bagi anak usia wajib belajar.
c. Masa
Reformasi
masa Reformasi Tahun 1998 telah mengantarkan
kepada situasi yang selalu menyuarakan
HAM dalam kehidupan bermasyarakat. Reformasi bergerak dan bergulir bagaikan
bola api yang meluncur tak terkendali yang mengakibatkan hampir
terjadinya disintegrasi bangsa. Kondisi ini segera mendapat respon dari pemerintah untuk segera menata kembali
kehidupan berbangsa dan bernegara yang bernuansa HAM. Sebagai Negara hukum dan
negara demokrasi sudah selayaknya bahwa aspirasi masyarakat perlu didengar dan
diperhatikan dengan mengedepankan pentingnya penegakan Hukum dan HAM di
Indonesia. Komitmen pemerintah dalam upaya pemajuan dan perlindungan HAM di
Indonesia anatara lain melalui penguatan institusi maupun melalui peraturan perundang-undangan.
1). Penguatan
Institusi :
Upaya pemerintah dalam pelaksanaan HAM di
Indonesia dilakukan melalui penguatan institusi yang ditandai dengan
dibentuknya Lembaga-lembaga yang menangani HAM baik yang berasal dari instansi
pemerintah/ non pemerintah/LSM antara lain : Menteri Negara Urusan HAM
(Direktorat Jenderal HAM), Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Komnas HAM,
Komisi Nasional Perlindungan Anak, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban,
Komisi Nasional Perempuan, ELSAM dll.
2). Berbagai Peraturan – peraturan yang berkaitan
dengan HAM antara lain :
a. Undang-undang Dasar 1945 dan perubahannya
b. Tap MPR No. XVI/MPR/1998 tentang HAM
c. Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM
d. Undang-undang No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan
menyampaikan pendapat dimuka umum
e. Undang-undang No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan
HAM
f. Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak
g. Instruksi Presiden No. 26 tahun 1998 tentang
Penghentian Penggunaan Istilah Pribumi dan Non pribumi dalam semua perumusan
dan penyelenggaraan kebijakan, perencanaan prgram, ataupun pelaksanaan kegiatan
penyelenggaraan pemerintah.
h. Keputusan Presiden No. 12 tahun 2001 tentang
Komite Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan terburuk untuk anak
i. Keputusan
Presiden Nomor 59 tahun 2002 tentang
Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk anak
j. Keputusan
Presiden No. 77 tahun 2003 tentang Komisi Perlindungan Anak
k. Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang
Perlindungan Korban dan Saksi dalam Pelanggaran HAM Berat
l. Peraturan
Pemerintah No. 3 tahun 2002 tentang Konpensasi, restitusi, dan
rehabilitasi terhadap Korban dan Saksi
dalam Pelanggaran HAM Berat
3. Instrumen Internasional yang
telah diratifikasi :
o
Kebebasan Berserikat dan Menyampaikan Pendapat
Keppres No. 83 tahun 1998 tentang pengesahan
Konvensi No. 87 tentang Kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk
berorganisasi
o
Penghapusan Penyiksaan dan Kerja Paksa
1). Undang-undang
No. 5 tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan
atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat
manusia
2). Undang-undang
No. 19 tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 105 tentang Penghapusan
Kerja Paksa.
o
Penghapusan Diskriminasi, termasuk terhadap Wanita
1). UU
No. 21 tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 111 mengenai Diskriminasi
dalam Pekerjaan dan Jabatan
2). UU
No. 29 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi Rasial 1965
o
Perlindungan Terhadap Anak
1). Keppres
No. 36 tahun 1990 tentang Pengesahan Konvensi tentang Hak-hak nak
2). UU
No. 20 tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 138 mengenai Usia Minimum untuk diperbolehkan Bekerja
3). UU
No. 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 182 mengenai Pelarangan
dan tindakan Penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk anak
2. Upaya-upaya yang telah dilakukan
oleh Direktorat Jenderal HAM dalam rangka upaya pemajuan dan perlindungan HAM
di Indonesia.
I.
Pelaksanaan RANHAM 2004-2009
1) Hasil pelaksanaan tugas dan
wewenang selama tahun 2008 selaku sekretaris Panitia Nasional RANHAM antara
lain:
a. Melakukan sosialisasi HAM dan RANHAM pada
Panitia Nasional RANHAM, Panpel RANHAM Provinsi dan Kabupaten/Kota.
b. Penyusunan Pedoman Pelaksanaan RANHAM
c. Penyusunan Pedoman Harmonisasi Raperda dan
Evaluasi Perda berparameter HAM
d. Penyusunan Pedoman Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan RANHAM
e. Penyusunan kurikulum pendidikan HAM
f.
Melakukan
kerjasama di bidang HAM baik dalam maupun luar negeri. Kerjasama dalam Negeri
dilaksanakan dengan institusi pemerintah dan non pemerintah. Kerjasama Luar
Negeri antara lain dengan IASTP (Indonesia – Australia Specialised Training
Project), Kedubes Norwegia, LSM Kanada Equitas, Kedubes Swiss, dan Kedubes
Perancis.
g. Pembangunan Sistem Informasi HAM dengan
website : www.ham.go.id
2) Perkembangan
RANHAM 2004-2009
1) Program Pembentukan dan Penguatan Institusi
RANHAM :
a) Ditjen
HAM selaku Sekretariat Panitia Nasional RANHAM telah melaksanakan rapat-rapat
koordinasi dengan anggota Pokja Pannas RANHAM 2004-2009 secara berkala.
b) Ditjen
HAM telah mendorong terbentuknya Panpel RANHAM Provinsi dan Kabupaten/Kota. Meskipun
telah terbentuk Panitia Pelaksana RANHAM sebanyak 440 panitia di tingkat
Provinsi, Kabupaten/Kota, tetapi pelaksanaan RANHAM di daerah-daerah dirasakan
masih terkendala oleh kurangnya pemahaman para anggota terhadap hak asasi
manusia. Oleh karena itu diperlukan pelatihan HAM dan RANHAM bagi Panitia
Pelaksana RANHAM, disertai dengan penciptaan sistem dan prosedur implementasi
sebagai rambu-rambu penunjuk yang jelas dan konkrit.
2) Program Persiapan ratifikasi instrumen HAM
internasional
a) Instrumen HAM
Internasional yang telah diratifikasi dalam periode RANHAM 2004-2009.
· Kovenan Hak
Ekonomi Sosial dan Budaya melalui Undang-undang Nomor 11 Tahun 2005 tanggal 28
Oktober 2005.
·
Kovenan
Hak Sipil dan Politik melalui Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 tanggal 28 Oktober
2005.
b) Penyusunan Naskah Akademik Instrumen HAM
Internasional
Instrumen HAM
Internasional yang sedang disusun naskah akademiknya untuk diratifikasi antara lain :
·
Konvensi Perlindungan Hak-hak Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya.
·
Konvensi
Penghentian Perdagangan Manusia dan Eksploitasi Prostitusi.
3) Program Persiapan harmonisasi Peraturan
Perundang-undangan
a) Mengganti
dan/atau merevisi peraturan perundang-undangan
Peraturan perundang-undangan yang dipersiapkan
untuk diganti dan/atau direvisi yang telah memasuki tahapan pembahasan di
legislatif adalah Kitab Undang-undang
Hukum Pidana, sedangkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yang tidak
diagendakan dalam RANHAM telah disiapkan oleh Pemerintah untuk diserahkan
kepada legislatif.
b) Program
persiapan harmonisasi Raperda dan Evaluasi Perda
Program persiapan harmonisasi Raperda dan Evaluasi
Perda belum dapat berlangsung dengan optimal, sehingga masih banyak Perda yang
dibatalkan oleh Menteri Dalam Negeri. Perlu ditegaskan pula bahwa dalam UU No.
10 Tahun 2004 telah diwajibkan agar perancangan perundang-undangan selalu
mengacu kepada sejumlah asas baik dalam proses maupun materi, disertai dengan
kewajiban untuk mengacu pada standard dan norma HAM. Keterbatasan pemahaman
mengenai HAM oleh para perancang dan pembentuk hukum menjadi salah satu
tantangan, disamping belum adanya landasan teknis hukum yang konkrit. Oleh
karena itu perlu segera diterbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) antara
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman
Harmonisasi Raperda dan Evaluasi Perda dalam parameter hak asasi manusia.
4) Diseminasi dan Pendidikan HAM
Pelaksanaan diseminasi dan pendidikan HAM
belum merata, serta bentuknya masih lebih banyak berupa kegiatan formal (ceramah)
sehingga belum dapat menjangkau pemahaman seluruh warga. Peran Panpel RANHAM
untuk melaksanakan diseminasi belum optimal, karena juga keterbatasan pemahaman
mereka. Kondisi ini perlu diperbaiki secara bertahap, termasuk memastikan
dampak positif dari proses diseminasi dan pendidikan, dengan melibatkan
akademisi, civil society, dan organisasi kemasyarakatan lainnya. Oleh karenanya
perlu didorong dilakukan diseminasi bahan bahan mengenai HAM, bukan hanya
melalui ceramah, melalui berbagai buku panduan, media cetak, elektronik dan
pemanfaatan kesenian tradisional.
5) Penerapan Norma dan Standar HAM
Penerapan norma dan standar HAM lebih
menggambarkan kesungguhan dan komitmen aparat penguasa untuk berbudaya HAM
dalam mengemban amanah dan kepercayaan yang diberikan rakyat, daripada
merefleksikan ketersediaan anggaran daerah. Hal ini dapat dibuktikan oleh
Pemkab Sarolangun dan Pemkab Kolaka (yang keduanya merupakan kabupaten
tertinggal) serta Kabupaten Sragen yang dalam keterbatasannya ternyata sangat
berhasil memenuhi HAM rakyat secara optimal, misalnya memberikan pelayanan
gratis bagi pendidikan, perbaikan rumah, dokumen identitas dan kepemilikan
tanah serta memberdayakan ekonomi masyarakat. Diharapkan hal ini dapat menjadi
motivasi bagi pemerintah daerah dan Panpel RANHAM lainnya untuk mengupayakan
agar daerahnya melakukan hal-hal yang sama untuk memberdayakan dan meningkatkan
hak-hak ekonomi, sosial dan budaya rakyat, utamanya dalam konteks kesejahteraan
rakyat dan keadilan sosial.
6) Pemantauan, evaluasi dan pelaporan
Upaya pemantauan, evaluasi dan pelaporan
baru sebagian tercapai karena keterbatasan data yang terekam. Upaya dan proses
pengumpulan data mengenai implemnetasi HAM di daerah yang menjadi tujuan utama
dilaksanakannya RANHAM belum dipandang sebagai suatu kebutuhan yang perlu
memperoleh prioritas. Sebagai akibatnya minim pula data yang dikompilasi untuk
menunjukan kinerja pemerintah dalam memenuhi HAM masyarakat, walau sudah banyak
yang dilakukan. Di tingkat daerah data semacam ini seyogyanya disusun oleh Panpel
RANHAM Daerah dan suluruh lembaga pemerintah dan non pemerintah yang pada
dasarnya bertugas untuk memenuhi HAM warga.
- Beberapa hal yang menjadi pointers rapat,
antara lain:
· Defenisi
penyiksaan tidak terakomodir dalam KUHP dan KUHAP. KUHP dan KUHAP perlu segera
di sahkan. Langkah lainnya sambil menunggu disahkannnya KUHP dan KUHAP, perlu
membuat terobosan hukum segera, dalam bentuk peraturan perundang-undangan.
· Perbaikan HAM perlu waktu,
tidak bisa secara instan. Perbaikan-perbaikan dalam upaya perlindungan dan
pemajuan HAM telah dilakukan oleh Pemerintah
RI .
· Direktorat
Jenderal HAM sudah melakukan sosialisasi HAM ke beberapa daerah. Khusus tentang
Konvensi Anti Penyiksaan.
· Direktorat
Jenderal HAM sudah melakukan rapat interdep, dan membuat NA (Naskah Akademik)
untuk Optional Protocol CAT, dan sudah masuk dalam agenda RANHAM. Dalam
Rancangan UU LP yg baru sudah dimasukkan inti-inti dari CAT.
b) Rapat pembahasan tindak lanjut
Pemerintah Republik Indonesia atas rekomendasi Kelompok Kerja (Pokja) Universal
Periodic Review (UPR) Dewan HAM PBB
- Rapat
dimaksudkan untuk membangun dan menjaring komunikasi antara Pemerintah RI
dengan LSM terkait dengan rekomendasi yang telah dihasilkan Pokja Universal
Periodic Review (UPR) Dewan HAM PBB.
- Rapat
dilaksanakan pada tanggal 26 Mei 2008 di Gedung Utama Departemen Luar Negeri
dengan dihadiri peserta dari pemerintah dan LSM. Dari pemerintah RI antara lain
Polri, TNI, Departemen Agama, Kantor Menko Polhukkam, Balitbang HAM, Kantor
Meneg Pemberdayaan Perempuan, Komisi Ombudsman Nasional (KON), dan Direktorat
Jenderal HAM, sedangkan dari LSM antara lain Human Rights Working Group (HRWG),
Imparsial, Kontras, Elsam,dan Komnas HAM. Rapat dimoderatori oleh Ibu Wiwik
dari Departemen Luar Negeri.
- UPR
adalah mekanisme berkala empat tahunan Dewan HAM untuk meninjau komitmen dan
pemenuhan kewajiban negara-negara anggota PBB terhadap kemajuan dan
perlindungan HAM di tingkat nasional. Indonesia pada periode 2006 – 2010 mendapat giliran pertama untuk membuat
laporan UPR. Pada tanggal 9 April 2008 Indonesia sudah membuat laporannya.
Kemudian laporan pembahasan UPR Indonesia telah disahkan oleh Pokja UPR Dewan
HAM pada tanggal 11 April 2008. Hasil-hasil UPR harus ditindak lanjuti karena
Indonesia sebagai negara pihak maka mempunyai amanat untuk menindaklanjuti
rekomendasi UPR.
- Hasil
pembahasan dengan Komite Anti Penyiksaan, menyambut baik laporan periodik ke
dua Indonesia. Komite memberikan penghormatan terhadap upaya Indonesia atas
reformasi hukum, diantaranya dengan telah disahkannya Undang-Undang Nomor
21/2007 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang; Undang-Undang
Nomor 13/2006 tentang Perlindungan Saksi; Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004
tentang Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran, ratifikasi Kovenan
Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik tahun 2006, dan ratifikasi
Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
-
Hal-hal
yang mendapat bahasan dalam rapat, antara lain:
· Dalam
lingkup nasional perlu segera merevisi UU HAM, hal ini terkait dengan
keberadaan atau status Komnas HAM, bagaimana keberadaannya, hubungan dengan
Pemerintah RI dan kerjasama yang dijalin. Kemudian
revisi UU Pengadilan HAM terkait dengan wewenang dan tanggungjawab Komnas HAM
dalam bidang penyelidikan.
· Agenda nasional sudah
memasukkan langkah-langkah konkrit untuk merevisi KUHP dan KUHAP. Mabes Polri
dan Departemen Agama telah menyarankan dan mendesak agar KUHP dan KUHAP telah
disampaikan ke DPR untuk segera disahkan.
Sumber : Pustaka Perancang Peaturan – Dirjen HAM Kemenkumham RI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar