Rabu, 20 Maret 2013

Artikel Kaitan antara ham dengan negara hukum


KAITAN ANTARA HAK ASASI MANUSIA (HAM) DENGAN NEGARA HUKUM

Sebagaimana diketahui bahwa negara Indonesia adalah negara hukum, oleh karena itu di dalam penyelenggaraan negara harus tunduk dan taat terhadap hukum. Hal ini berlaku bagi penyelenggara negara baik eksekutif, yudikatif dan legislatif. Keterkaitan UUD 1945 dengan HAM tercermin pada Pembukaan maupun pada Pasal-pasalnya  ( 28 a - 28 j).

1.      Perkembangan HAM di Indonesia
Amanat pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan  “Bahwa sesungguhnya  kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”  secara nyata bahwa HAM  memperoleh perhatian yang mendasar dalam hidup berbangsa dan bernegara. Dengan demikian makna  Hak Asasi manusia itu sendiri telah lahir jauh sebelum Deklarasi Universal HAM Tahun 1948. Namun dalam perjalanannya HAM belum mendapat perhatian sebagaimana mestinya oleh pemimpin bangsa karena berbagai faktor antara lain :


a.       Pada masa Orde Lama  
1.     belum adanya stabilitas politik yang dapat menjamin kelangsungan pelaksanaan  HAM di Indonesia.
2.  Masih rendahnya perhatian penguasa dan masyarakat terhadap pelaksanaan HAM, disamping kondisi keuangan  negara yang belum memungkinkan  terpenuhinya HAM
b.      Masa Orde Baru
1.      Lebih mengedepankan stabilitas politik dengan  mengabaikan pelaksanaan pemenuhan HAM,  walaupun telah terbentuk Komisi Nasional HAM tahun 1993 namun  pelaksanaannya masih setengah hati.
2. Terjadinya mis  managemen keuangan negara yang berimplikasi terhadap  penyalahgunaan wewenang  (seperti kasus Korupsi) sehingga menghambat  terlaksananya  penghormatan, penegakan, perlindungan, pemenuhan dan pemajuan HAM di Indonesia. Sebagai contoh belum terpenuhinnya  hak pendidikan bagi anak usia wajib belajar.

c.   Masa Reformasi
masa Reformasi Tahun 1998 telah mengantarkan kepada situasi yang  selalu menyuarakan HAM dalam kehidupan bermasyarakat. Reformasi bergerak dan bergulir bagaikan bola api yang  meluncur  tak terkendali yang mengakibatkan hampir terjadinya disintegrasi bangsa. Kondisi ini segera mendapat respon  dari pemerintah untuk segera menata kembali kehidupan berbangsa dan bernegara yang bernuansa HAM. Sebagai Negara hukum dan negara demokrasi sudah selayaknya bahwa aspirasi masyarakat perlu didengar dan diperhatikan dengan mengedepankan pentingnya penegakan Hukum dan HAM di Indonesia. Komitmen pemerintah dalam upaya pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia anatara lain melalui penguatan institusi maupun melalui  peraturan perundang-undangan.


1).  Penguatan Institusi :
Upaya pemerintah dalam pelaksanaan HAM di Indonesia dilakukan melalui penguatan institusi yang ditandai dengan dibentuknya Lembaga-lembaga yang menangani HAM baik yang berasal dari instansi pemerintah/ non pemerintah/LSM antara lain : Menteri Negara Urusan HAM (Direktorat Jenderal HAM), Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Komnas HAM, Komisi Nasional Perlindungan Anak, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Komisi Nasional Perempuan, ELSAM dll.
2).  Berbagai Peraturan – peraturan yang berkaitan dengan HAM antara lain :
a.      Undang-undang Dasar 1945 dan perubahannya
b.     Tap MPR No. XVI/MPR/1998 tentang HAM
c.      Undang-undang No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM
d.  Undang-undang No. 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum
e.      Undang-undang No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
f.       Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
g.     Instruksi Presiden No. 26 tahun 1998 tentang Penghentian Penggunaan Istilah Pribumi dan Non pribumi dalam semua perumusan dan penyelenggaraan kebijakan, perencanaan prgram, ataupun pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan pemerintah.
h.  Keputusan Presiden No. 12 tahun 2001 tentang Komite Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan terburuk untuk anak
i.    Keputusan Presiden Nomor  59 tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk anak
j.      Keputusan Presiden No. 77 tahun 2003 tentang Komisi Perlindungan Anak
k.  Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Perlindungan Korban dan Saksi dalam Pelanggaran HAM Berat
l.    Peraturan Pemerintah No. 3 tahun 2002 tentang Konpensasi, restitusi, dan rehabilitasi  terhadap Korban dan Saksi dalam Pelanggaran HAM Berat

3.   Instrumen Internasional yang telah diratifikasi  :
o   Kebebasan Berserikat dan Menyampaikan Pendapat
Keppres No. 83 tahun 1998 tentang pengesahan Konvensi No. 87 tentang Kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi
o   Penghapusan Penyiksaan dan Kerja Paksa
1).  Undang-undang No. 5 tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia
2).    Undang-undang No. 19 tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 105 tentang Penghapusan Kerja Paksa.
o   Penghapusan Diskriminasi, termasuk terhadap Wanita
1).        UU No. 21 tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 111 mengenai Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan
2).        UU No. 29 Tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi  Rasial 1965
o   Perlindungan Terhadap Anak
1).     Keppres No. 36 tahun 1990 tentang Pengesahan Konvensi tentang Hak-hak nak
2).     UU No. 20 tahun 1999 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 138 mengenai Usia Minimum untuk diperbolehkan Bekerja
3).   UU No. 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO No. 182 mengenai Pelarangan dan tindakan Penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk anak



2.   Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Direktorat Jenderal HAM dalam rangka upaya pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia.

I.                   Pelaksanaan RANHAM 2004-2009
1)    Hasil pelaksanaan tugas dan wewenang selama tahun 2008 selaku sekretaris Panitia Nasional RANHAM antara lain:
a.       Melakukan sosialisasi HAM dan RANHAM pada Panitia Nasional RANHAM, Panpel RANHAM Provinsi dan Kabupaten/Kota.
b.       Penyusunan Pedoman Pelaksanaan RANHAM
c.       Penyusunan Pedoman Harmonisasi Raperda dan Evaluasi Perda berparameter HAM
d.      Penyusunan Pedoman Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan RANHAM
e.       Penyusunan kurikulum pendidikan HAM
f.        Melakukan kerjasama di bidang HAM baik dalam maupun luar negeri. Kerjasama dalam Negeri dilaksanakan dengan institusi pemerintah dan non pemerintah. Kerjasama Luar Negeri antara lain dengan IASTP (Indonesia – Australia Specialised Training Project), Kedubes Norwegia, LSM Kanada Equitas, Kedubes Swiss, dan Kedubes Perancis.
g.       Pembangunan Sistem Informasi HAM dengan website : www.ham.go.id

2)   Perkembangan RANHAM 2004-2009
1)      Program Pembentukan dan Penguatan Institusi RANHAM :
a)     Ditjen HAM selaku Sekretariat Panitia Nasional RANHAM telah melaksanakan rapat-rapat koordinasi dengan anggota Pokja Pannas RANHAM 2004-2009 secara berkala.
b)      Ditjen HAM telah mendorong terbentuknya Panpel RANHAM Provinsi dan Kabupaten/Kota. Meskipun telah terbentuk Panitia Pelaksana RANHAM sebanyak 440 panitia di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota, tetapi pelaksanaan RANHAM di daerah-daerah dirasakan masih terkendala oleh kurangnya pemahaman para anggota terhadap hak asasi manusia. Oleh karena itu diperlukan pelatihan HAM dan RANHAM bagi Panitia Pelaksana RANHAM, disertai dengan penciptaan sistem dan prosedur implementasi sebagai rambu-rambu penunjuk yang jelas dan konkrit.
2)      Program Persiapan ratifikasi instrumen HAM internasional
a)       Instrumen HAM Internasional yang telah diratifikasi dalam periode RANHAM 2004-2009.
·     Kovenan Hak Ekonomi Sosial dan Budaya melalui Undang-undang Nomor 11 Tahun 2005 tanggal 28 Oktober 2005.
·         Kovenan Hak Sipil dan Politik melalui Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 tanggal 28 Oktober 2005.
b)      Penyusunan Naskah Akademik Instrumen HAM Internasional
Instrumen HAM Internasional yang sedang disusun naskah akademiknya  untuk diratifikasi antara lain :
·        Konvensi  Perlindungan Hak-hak  Pekerja Migran dan Anggota  Keluarganya.
·        Konvensi Penghentian Perdagangan Manusia dan Eksploitasi Prostitusi.


3)      Program Persiapan harmonisasi Peraturan Perundang-undangan

a)  Mengganti dan/atau merevisi peraturan perundang-undangan 
Peraturan perundang-undangan yang dipersiapkan untuk diganti dan/atau direvisi yang telah memasuki tahapan pembahasan di legislatif adalah  Kitab Undang-undang Hukum Pidana, sedangkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yang tidak diagendakan dalam RANHAM telah disiapkan oleh Pemerintah untuk diserahkan kepada legislatif.

b)  Program persiapan harmonisasi Raperda dan Evaluasi Perda

Program persiapan harmonisasi Raperda dan Evaluasi Perda belum dapat berlangsung dengan optimal, sehingga masih banyak Perda yang dibatalkan oleh Menteri Dalam Negeri. Perlu ditegaskan pula bahwa dalam UU No. 10 Tahun 2004 telah diwajibkan agar perancangan perundang-undangan selalu mengacu kepada sejumlah asas baik dalam proses maupun materi, disertai dengan kewajiban untuk mengacu pada standard dan norma HAM. Keterbatasan pemahaman mengenai HAM oleh para perancang dan pembentuk hukum menjadi salah satu tantangan, disamping belum adanya landasan teknis hukum yang konkrit. Oleh karena itu perlu segera diterbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Harmonisasi Raperda dan Evaluasi Perda dalam parameter hak asasi manusia.

4)      Diseminasi dan Pendidikan HAM
Pelaksanaan diseminasi dan pendidikan HAM belum merata, serta bentuknya masih lebih banyak berupa kegiatan formal (ceramah) sehingga belum dapat menjangkau pemahaman seluruh warga. Peran Panpel RANHAM untuk melaksanakan diseminasi belum optimal, karena juga keterbatasan pemahaman mereka. Kondisi ini perlu diperbaiki secara bertahap, termasuk memastikan dampak positif dari proses diseminasi dan pendidikan, dengan melibatkan akademisi, civil society, dan organisasi kemasyarakatan lainnya. Oleh karenanya perlu didorong dilakukan diseminasi bahan bahan mengenai HAM, bukan hanya melalui ceramah, melalui berbagai buku panduan, media cetak, elektronik dan pemanfaatan kesenian tradisional.

5)    Penerapan Norma dan Standar HAM
Penerapan norma dan standar HAM lebih menggambarkan kesungguhan dan komitmen aparat penguasa untuk berbudaya HAM dalam mengemban amanah dan kepercayaan yang diberikan rakyat, daripada merefleksikan ketersediaan anggaran daerah. Hal ini dapat dibuktikan oleh Pemkab Sarolangun dan Pemkab Kolaka (yang keduanya merupakan kabupaten tertinggal) serta Kabupaten Sragen yang dalam keterbatasannya ternyata sangat berhasil memenuhi HAM rakyat secara optimal, misalnya memberikan pelayanan gratis bagi pendidikan, perbaikan rumah, dokumen identitas dan kepemilikan tanah serta memberdayakan ekonomi masyarakat. Diharapkan hal ini dapat menjadi motivasi bagi pemerintah daerah dan Panpel RANHAM lainnya untuk mengupayakan agar daerahnya melakukan hal-hal yang sama untuk memberdayakan dan meningkatkan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya rakyat, utamanya dalam konteks kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial.

6)    Pemantauan, evaluasi dan pelaporan
Upaya pemantauan, evaluasi dan pelaporan baru sebagian tercapai karena keterbatasan data yang terekam. Upaya dan proses pengumpulan data mengenai implemnetasi HAM di daerah yang menjadi tujuan utama dilaksanakannya RANHAM belum dipandang sebagai suatu kebutuhan yang perlu memperoleh prioritas. Sebagai akibatnya minim pula data yang dikompilasi untuk menunjukan kinerja pemerintah dalam memenuhi HAM masyarakat, walau sudah banyak yang dilakukan. Di tingkat daerah data semacam ini seyogyanya disusun oleh Panpel RANHAM Daerah dan suluruh lembaga pemerintah dan non pemerintah yang pada dasarnya bertugas untuk memenuhi HAM warga.

-         Beberapa hal yang menjadi pointers rapat, antara lain:
·      Defenisi penyiksaan tidak terakomodir dalam KUHP dan KUHAP. KUHP dan KUHAP perlu segera di sahkan. Langkah lainnya sambil menunggu disahkannnya KUHP dan KUHAP, perlu membuat terobosan hukum segera, dalam bentuk peraturan perundang-undangan.
·     Perbaikan HAM perlu waktu, tidak bisa secara instan. Perbaikan-perbaikan dalam upaya perlindungan dan pemajuan HAM telah dilakukan oleh Pemerintah RI.
·         Direktorat Jenderal HAM sudah melakukan sosialisasi HAM ke beberapa daerah. Khusus tentang Konvensi Anti Penyiksaan.
·        Direktorat Jenderal HAM sudah melakukan rapat interdep, dan membuat NA (Naskah Akademik) untuk Optional Protocol CAT, dan sudah masuk dalam agenda RANHAM. Dalam Rancangan UU LP yg baru sudah dimasukkan inti-inti dari CAT.
b) Rapat pembahasan tindak lanjut Pemerintah Republik Indonesia atas rekomendasi Kelompok Kerja (Pokja) Universal Periodic Review (UPR) Dewan HAM PBB
-   Rapat dimaksudkan untuk membangun dan menjaring komunikasi antara Pemerintah RI dengan LSM terkait dengan rekomendasi yang telah dihasilkan Pokja Universal Periodic Review (UPR) Dewan HAM PBB.
-      Rapat dilaksanakan pada tanggal 26 Mei 2008 di Gedung Utama Departemen Luar Negeri dengan dihadiri peserta dari pemerintah dan LSM. Dari pemerintah RI antara lain Polri, TNI, Departemen Agama, Kantor Menko Polhukkam, Balitbang HAM, Kantor Meneg Pemberdayaan Perempuan, Komisi Ombudsman Nasional (KON), dan Direktorat Jenderal HAM, sedangkan dari LSM antara lain Human Rights Working Group (HRWG), Imparsial, Kontras, Elsam,dan Komnas HAM. Rapat dimoderatori oleh Ibu Wiwik dari Departemen Luar Negeri.
-        UPR adalah mekanisme berkala empat tahunan Dewan HAM untuk meninjau komitmen dan pemenuhan kewajiban negara-negara anggota PBB terhadap kemajuan dan perlindungan HAM di tingkat nasional. Indonesia pada periode 2006 – 2010 mendapat giliran pertama untuk membuat laporan UPR. Pada tanggal 9 April 2008 Indonesia sudah membuat laporannya. Kemudian laporan pembahasan UPR Indonesia telah disahkan oleh Pokja UPR Dewan HAM pada tanggal 11 April 2008. Hasil-hasil UPR harus ditindak lanjuti karena Indonesia sebagai negara pihak maka mempunyai amanat untuk menindaklanjuti rekomendasi UPR.
-      Hasil pembahasan dengan Komite Anti Penyiksaan, menyambut baik laporan periodik ke dua Indonesia. Komite memberikan penghormatan terhadap upaya Indonesia atas reformasi hukum, diantaranya dengan telah disahkannya Undang-Undang Nomor 21/2007 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang; Undang-Undang Nomor 13/2006 tentang Perlindungan Saksi; Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran, ratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik tahun 2006, dan ratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
-           Hal-hal yang mendapat bahasan dalam rapat, antara lain:
·  Dalam lingkup nasional perlu segera merevisi UU HAM, hal ini terkait dengan keberadaan atau status Komnas HAM, bagaimana keberadaannya, hubungan dengan Pemerintah RI dan kerjasama yang dijalin. Kemudian revisi UU Pengadilan HAM terkait dengan wewenang dan tanggungjawab Komnas HAM dalam bidang penyelidikan.
·   Agenda nasional sudah memasukkan langkah-langkah konkrit untuk merevisi KUHP dan KUHAP. Mabes Polri dan Departemen Agama telah menyarankan dan mendesak agar KUHP dan KUHAP telah disampaikan ke DPR untuk segera disahkan.

Sumber : Pustaka Perancang Peaturan – Dirjen HAM Kemenkumham RI

Tidak ada komentar:

Hero Herlambang Bratayudha, SH - Rayhan Yusuf Mirshab